Langsung ke konten utama

Postingan

Purposeless?

I should be really grateful of my life. I live a comfortable life. I'm not rich, but also not poor. I can afford meals 3 times a day, even more. I have a roof on top of my head; I live in a rented room. I have a nice bed to sleep; not my favorite but it's still cozy. I even have a TV. And of course I have a computer and internet connection, otherwise I couldn't write this blog. My room is really warm in the summer because it's in the attic, and lots of bugs hijack my bed during a warm day. But at least I have a roof on top of my head, and I can still live comfortably. I should also be thankful of the job that I have. I do 9-to-5 job as an IT engineer in a big firm. I'm not in a high position though, but the pay is still alright to afford all my expenses. After all, I don't live a jet set life. I use public transportation to travel to work everyday. I don't eat out regularly, and when I do I don't really go to fancy restaurants or cafes. I don't own f
Postingan terbaru

Takdir sebagai tukang ngoding?

Hidup memang penuh misteri. Saya suka komputer. Orang tua saya suka bilang ke saya kalau saya suka utak-atik (baca: bikin rusak) komputer di rumah saat saya TK. Waktu itu komputer rumah saya masih yang menggunakan monitor CRT dan CPU yang dapat membaca disket 5 1/4 dengan sistem operasi Windows 3.1. Saya telah mahir menggunakan Lotus 123 (MS Excel belum sepopuler sekarang) dan bermain Chip's Challenge saat saya SD kelas 2. SD kelas 6 saya pernah mencoba merakit komputer sendiri. Saya juga saat itu sering membeli majalah komputer, seperti Komputeraktif dan PC Media , dan mencoba tips dan trik yang suka dibahas dalam majalah tersebut. Namun, tidak ada dalam pikiran saya saat itu kalau saya akan berkarir dalam dunia IT. Saya saat itu merasa gaya hidup dan taste saya tidak sesuai dengan stereotipe anak IT. Yang saya bayangkan saat itu, anak IT kalau bukan: (1) penggemar game online seperti Counter Strike, Dota, Ragnarok dll., (2) penggemar hal-hal berbau Jepang, atau dalam istilah

Amsterdam Pride Canal Parade 2019

Hampir 3 tahun lamanya saya tinggal di Belanda, namun baru hari ini saya berkesempatan melihat Amsterdam Pride Canal Parade . Without further ado, berikut rekam jejak paradenya:

Pandangan orang Belanda terhadap stereotipe pemisahan dunia profesional dan personal

Saya berkesempatan menanyakan scrum master di perusahaan klien tempat saya bekerja saat ini, orang Belanda, sebut saja R, mengenai budaya profesional di Belanda, terutama mengenai stereotipe bahwa orang Belanda memisahkan betul dunia profesional dan personalnya (rekan kerja tidak dibawa ke lingkaran pertemanan pribadinya). Apa katanya? Hal itu tidak sepenuhnya benar, kata R. Lanjutnya, banyak yang sebenarnya senang apabila kita membagikan porsi kehidupan personal kita kepada mereka, dan dengan sharing hal-hal pribadi seperti itu, kita dapat membangun relasi yang lebih baik dengan rekan kerja kita. Setidaknya, menurut R, cerita-cerita tentang bagaimana kabar keluarga, punya berapa anak, kabar istri/suami bagaimana, atau informasi yang lebih intim adalah sesuatu yang menarik untuk didengar oleh rekan kerja. Apalagi, katanya, cerita-cerita dari seseorang yang berasal dari luar negeri (seperti saya) akan sangat menarik untuk disimak oleh mereka, karena mereka juga penasaran bagaima

TU Delft (dan Belanda) adalah tempat di mana ...

Catatan: Saya tiba-tiba tertarik untuk membuat tulisan ini untuk menampung kesan, pemikiran, dan refleksi saya selama saya berkuliah di TU Delft, Belanda. Tulisan ini mungkin akan terus diperbarui apabila saya menemukan hal-hal yang saya rasa menarik untuk dituliskan di sini. Semoga tulisan ini, walaupun jauh dari kesan bagus, dapat dinikmati dan dapat menjadi bahan pemikiran bagi para pembaca yang dimuliakan. TU Delft (dan Belanda) adalah tempat di mana ... #1 ... saya menyadari bahwa saya perlu banyak membaca. Jujur, saya bukan tipe orang yang gemar membaca. Kalau diberikan pilihan antara membaca atau menonton video, saya pasti akan memilih opsi yang kedua. Andaikan saya perlu membaca, saya akan mencoba untuk mencari sumber yang mudah dibaca dan mungkin hanya satu atau dua sumber saja yang akan saya ambil sebagai acuan. Saya sebenarnya sudah tahu bahwa tingkat literasi orang Belanda sangat tinggi dan budaya membaca mereka sangat kental, jauh lebih kental daripada orang

Jangan remehkan sakit usus buntu/appendicitis!

Tepat di hari pertama dalam tahun 2018 ini, saya mendapatkan kabar dari sosial media bahwa salah satu kenalan saya di dunia paduan suara Indonesia meninggal akibat pecah usus buntu. Baru sekitar 2 bulan lalu saya juga terkena sakit usus buntu dan melakukan prosedur operasi di sini. Saya juga masih ingat kejadian sekitar 2 tahun yang lalu tentang mama saya yang juga melakukan operasi pemotongan usus buntu. Melihat dan merasakan langsung sejumlah kasus sakit usus buntu beberapa tahun terakhir ini membuat saya tergelitik untuk membagi pengalaman tentang hal ini lewat tulisan. Apa sih usus buntu itu? Kenapa bisa sakit? Mungkin para pembaca sudah mengetahui dari pelajaran Biologi kalau kita memiliki suatu organ kecil bernama appendix , yang dalam bahasa indonesia disebut usus buntu atau umbai cacing (karena bentuknya seperti cacing), persis di pangkal usus besar kita. Tidak ada yang tahu pasti apa gunanya organ kecil tersebut (atau sudah ada? Maaf saya sedang malas mencari-cari artikel

Perbandingan sistem SKS di Indonesia (ITB) dan ECTS di Belanda (TU Delft), dan alasan mengapa banyak yang merasa kuliah di Belanda lebih berat daripada di Indonesia.

"Lebih berat kuliah di Indonesia atau kuliah di Belanda?" Banyak pertanyaan semacam itu dikemukakan oleh orang-orang yang penasaran bagaimana rasanya menempuh studi Magister di negeri kincir angin ini. Bagi sebagian besar orang yang sedang sama-sama menempuh kuliah di sini (secara spesifik di TU Delft) dan sebelumnya menempuh pendidikan S1 di Indonesia, beban kuliah di sini rasanya lebih banyak daripada beban kuliah di Indonesia. Saya pun kurang lebih merasakan hal tersebut. Namun, opini-opini tersebut masih berupa sekumpulan argumen yang bersifat kualitatif. Apakah ada penjelasan kuantitatif yang mendukung pendapat beban studi di Belanda lebih besar daripada beban studi di Indonesia? Saya akan mencoba membahasnya di sini. Perguruan tinggi di Indonesia mengenal sistem Satuan Kredit Semester (SKS) untuk mengukur beban studi mahasiswa dalam menempuh kuliah. Saya kurang tahu apakah sistem SKS berlaku sama atau berbeda-beda antar perguruan tinggi di Indonesia. Oleh karen