Dan... akhirnya beres juga... seikat monster yang menghadang setiap siswa kelas akhir SMA.
Perasaan seneng campur bahagia campur sirup campur es serut membayang dalam pikiran hingga saat ini... akhirnya dapat tidur nyenyak juga setelah 1 minggu digempur tes yang akan menentukan nasib akhir setelah 3 tahun menempuh SMA.
Tapi di balik semua itu, pemikiran tentang UN pun muncul lagi, "Perlu ngga sih UN itu sebenernya?"
UN telah menjadi kebanggaan penguasa negeri ini. Dan sebagai warga negara (terutama pelajar) yang baik kita "mesti" menjalankannya... apalagi konsekuensinya ga tanggung2, masa depan! Tapi kalau kita coba untuk berpikir lagi, apakah UN efektif untuk pendidikan?
Sekedar pemikiran "kelompok pemikir", kita setuju kalau UN itu sangat tidak cocok diterapkan dalam pendidikan. Pendidikan kan seharusnya tidak melihat aspek kuantitatif saja layaknya insinyur yg harus penuh perhitungan, namun lebih kepada aspek kualitatif, yang menekankan kepada yg namanya proses.
Tidakkah kita merasa kasihan kalau orang yang sudah belajar mati2an, rajin mendengarkan guru, respek, rajin mengerjakan tugas, tapi karena mmg kemampuan maksimal dia segitu, akhirnya harus gagal; namun yang malas bisa lulus karena memang pintar (klo ini masih mending) atau karena "kunci"?
Ok, kunci ini salah satu topik yang sangat menarik dalam UN... Perlu diakui, walaupun pemerintah telah bilang tidak akan ada soal bocor... tapi, tupai melompat jatuh juga kan? Tetap saja ada curang, ada kunci... pencurinya lebih hebat...!
Dan ini sangat merugikan. Bukan saja dalam aspek kognitif - membuat orang menjadi malas mencari ilmu yg penting dengan kunci yakin lulus, namun juga mempengaruhi mental - mental gampangan, mental licik, mental curang... Kalau UN aja seperti ini, pantas saja korupsi meraja lela di bumi pertiwi ini.
Sekarang ini kan sistem pendidikan kita menganut sistem KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), yang "katanya" menekankan kepada proses belajar. Apakah UN ini melihat hal itu? tidak kan! UN hanya melihat hasil akhir. Komputer tidak akan mengetahui apapun tentang siswa. Hanya guru yang tahu dan guru yang seharusnya menentukan apakah anak didiknya layak lulus atau tidak, BUKAN DENGAN KOMPUTER!!!
Mengenai komputer, ini juga yang menjadi kendala dalam UN. Banyak kasus ketidaklulusan yang, bukan karena bodoh (bahkan dia finalis olimpiade keilmuan), tapi karena teknis... entah komputernya error shg pembulatannya tidak terbaca, atau lainnya. Sangat merugikan bukan?! Mengapa tidak orang saja yang periksa, pasti lebih akurat, manusiawi, dan membuat kita tidak merugi karena hal teknis yang sepele tapi berbahaya itu...!
Kesimpulannya, ya UN itu sebenarnya tidak cocok. Ujian Akhir itu perlu, tapi tidak perlu sampai dinasionalisasi kan?! Apalah guna sekolah selain tempat les UN kalau begini...! Lebih baik Ujian Akhir diadakan sendiri oleh sekolah, dan kelulusannya ditentukan sendiri oleh sekolah. Hal ini juga membuat institusi sekolah tidak berlaku curang layaknya siswa, karena tidak punya target apapun. Perlu diketahui, bahwa semakin ditarget, maka semakin terlihat taring2 drakulanya...
Semoga pendidikan Indonesia semakin menuju jalan yang benar, semoga Indonesia semakin menyadari bahwa aspek kualitas pada pendidikan lebih mulia daripada aspek kuantitas belaka; memperhatikan proses lebih baik daripada hanya memperhatikan hasil, apalagi kalau yang memeriksa mesin tanpa hati... T_T
Perasaan seneng campur bahagia campur sirup campur es serut membayang dalam pikiran hingga saat ini... akhirnya dapat tidur nyenyak juga setelah 1 minggu digempur tes yang akan menentukan nasib akhir setelah 3 tahun menempuh SMA.
Tapi di balik semua itu, pemikiran tentang UN pun muncul lagi, "Perlu ngga sih UN itu sebenernya?"
UN telah menjadi kebanggaan penguasa negeri ini. Dan sebagai warga negara (terutama pelajar) yang baik kita "mesti" menjalankannya... apalagi konsekuensinya ga tanggung2, masa depan! Tapi kalau kita coba untuk berpikir lagi, apakah UN efektif untuk pendidikan?
Sekedar pemikiran "kelompok pemikir", kita setuju kalau UN itu sangat tidak cocok diterapkan dalam pendidikan. Pendidikan kan seharusnya tidak melihat aspek kuantitatif saja layaknya insinyur yg harus penuh perhitungan, namun lebih kepada aspek kualitatif, yang menekankan kepada yg namanya proses.
Tidakkah kita merasa kasihan kalau orang yang sudah belajar mati2an, rajin mendengarkan guru, respek, rajin mengerjakan tugas, tapi karena mmg kemampuan maksimal dia segitu, akhirnya harus gagal; namun yang malas bisa lulus karena memang pintar (klo ini masih mending) atau karena "kunci"?
Ok, kunci ini salah satu topik yang sangat menarik dalam UN... Perlu diakui, walaupun pemerintah telah bilang tidak akan ada soal bocor... tapi, tupai melompat jatuh juga kan? Tetap saja ada curang, ada kunci... pencurinya lebih hebat...!
Dan ini sangat merugikan. Bukan saja dalam aspek kognitif - membuat orang menjadi malas mencari ilmu yg penting dengan kunci yakin lulus, namun juga mempengaruhi mental - mental gampangan, mental licik, mental curang... Kalau UN aja seperti ini, pantas saja korupsi meraja lela di bumi pertiwi ini.
Sekarang ini kan sistem pendidikan kita menganut sistem KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), yang "katanya" menekankan kepada proses belajar. Apakah UN ini melihat hal itu? tidak kan! UN hanya melihat hasil akhir. Komputer tidak akan mengetahui apapun tentang siswa. Hanya guru yang tahu dan guru yang seharusnya menentukan apakah anak didiknya layak lulus atau tidak, BUKAN DENGAN KOMPUTER!!!
Mengenai komputer, ini juga yang menjadi kendala dalam UN. Banyak kasus ketidaklulusan yang, bukan karena bodoh (bahkan dia finalis olimpiade keilmuan), tapi karena teknis... entah komputernya error shg pembulatannya tidak terbaca, atau lainnya. Sangat merugikan bukan?! Mengapa tidak orang saja yang periksa, pasti lebih akurat, manusiawi, dan membuat kita tidak merugi karena hal teknis yang sepele tapi berbahaya itu...!
Kesimpulannya, ya UN itu sebenarnya tidak cocok. Ujian Akhir itu perlu, tapi tidak perlu sampai dinasionalisasi kan?! Apalah guna sekolah selain tempat les UN kalau begini...! Lebih baik Ujian Akhir diadakan sendiri oleh sekolah, dan kelulusannya ditentukan sendiri oleh sekolah. Hal ini juga membuat institusi sekolah tidak berlaku curang layaknya siswa, karena tidak punya target apapun. Perlu diketahui, bahwa semakin ditarget, maka semakin terlihat taring2 drakulanya...
Semoga pendidikan Indonesia semakin menuju jalan yang benar, semoga Indonesia semakin menyadari bahwa aspek kualitas pada pendidikan lebih mulia daripada aspek kuantitas belaka; memperhatikan proses lebih baik daripada hanya memperhatikan hasil, apalagi kalau yang memeriksa mesin tanpa hati... T_T
protes UAN!!! UAN ITu NGGA PERLU!!!! >_<
BalasHapus