Langsung ke konten utama

Pengharapan... (sebuah renungan menarik)

Ada 4 lilin yang menyala, sedikit demi sedikit habis meleleh. Suasana begitu sunyi sehingga terdengarlah percakapan mereka.

Yang pertama berkata : "Aku adalah Damai. Namun manusia tak mampu menjagaku, maka lebih baik aku mematikan diriku saja!" Demikianlah sedikit demi sedikit sang lilin padam.

Yang kedua berkata : "Aku adalah Iman. Sayang aku tak berguna lagi. Manusia tak mau mengenalku, untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala." Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya.

Dengan sedih giliran lilin ketiga bicara : "Aku adalah Kasih. Tak mampu lagi aku untuk tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapku berguna. Mereka saling membenci, bahkan membenci mereka yang mencintainya, membenci keluarganya." Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah lilin ketiga.


Tanpa terduga…


Seorang anak saat itu masuk ke dalam kamar, dan melihat ketiga lilin telah padam. Karena takut akan kegelapan itu, ia berkata : "Ah, apa yang terjadi? Kalian harus tetap menyala. Aku takut akan kegelapan!" Lalu ia menangis tersedu-sedu.

Lalu dengan terharu lilin keempat berkata : "Jangan takut dan janganlah menangis. Selama aku masih ada dan menyala, kita tetap dapat selalu menyalakan ketiga lilin lainnya. Akulah HARAPAN."

Dengan mata bersinar, sang anak mengambil lilin Harapan, lalu menyalakan kembali ketiga lilin lainnya.


Harapan itulah yang tersisa manakala semuanya habis. Manakala kita berada di ujung penghabisan daya. Ketika iman, damai, dan kasih seperti terpupus diterbangkan angin, dan kita duduk di atas debu, namun Tuhan memberikan perngharapan yang mampu menghidupkan kembali iman, damai dan kasih itu. Jangan putus asa karena pengharapan itu tidak mengecewakan.

(taken from RHP0307)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Klasifikasi Mall

Orang Indonesia khususnya orang Jakarta pasti sudah tidak asing dengan mall . Jenis pusat perbelanjaan ini sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jakarta saat ini. Dari tujuan awalnya   yaitu sebagai tempat untuk melakukan transaksi/perdagangan, mall  saat ini telah berkembang sebagai tempat yang tidak hanya memfasilitasi kegiatan perdagangan, tetapi juga sebagai tempat nongkrong , ruang publik  untuk menyuarakan aspirasi, hingga sebagai gaya hidup masyarakat. Terinspirasi dari sebuah pembicaraan, saya ingin membuat klasifikasi mall-mall yang ada di Indonesia. Ternyata tidak semua mall di Indonesia itu sama loh! Mall  di Indonesia ada bermacam-macam jenisnya bergantung pada strategi pendiri mall tersebut, yang disesuaikan pula dengan tujuan dibangunnya mall, demografi dari konsumen , dan hal-hal penting lainnya. Berikut klasifikasi-klasifikasi mall  berdasarkan hasil pemikiran pribadi (sengaja contoh tidak diberikan untuk menghinda...

Perbandingan sistem SKS di Indonesia (ITB) dan ECTS di Belanda (TU Delft), dan alasan mengapa banyak yang merasa kuliah di Belanda lebih berat daripada di Indonesia.

"Lebih berat kuliah di Indonesia atau kuliah di Belanda?" Banyak pertanyaan semacam itu dikemukakan oleh orang-orang yang penasaran bagaimana rasanya menempuh studi Magister di negeri kincir angin ini. Bagi sebagian besar orang yang sedang sama-sama menempuh kuliah di sini (secara spesifik di TU Delft) dan sebelumnya menempuh pendidikan S1 di Indonesia, beban kuliah di sini rasanya lebih banyak daripada beban kuliah di Indonesia. Saya pun kurang lebih merasakan hal tersebut. Namun, opini-opini tersebut masih berupa sekumpulan argumen yang bersifat kualitatif. Apakah ada penjelasan kuantitatif yang mendukung pendapat beban studi di Belanda lebih besar daripada beban studi di Indonesia? Saya akan mencoba membahasnya di sini. Perguruan tinggi di Indonesia mengenal sistem Satuan Kredit Semester (SKS) untuk mengukur beban studi mahasiswa dalam menempuh kuliah. Saya kurang tahu apakah sistem SKS berlaku sama atau berbeda-beda antar perguruan tinggi di Indonesia. Oleh karen...

Nasib Pelajaranku Saat Ini

Aneh ya, Di saat teman-teman yang setingkat dengan saya merasakan bahwa pelajaran di jurusan mereka semakin lama semakin menjurus, saya malah merasakan pelajaran di jurusan ini semakin lama semakin abstrak dan tidak jelas mau dibawa ke mana. Tetapi memang seperti itulah yang saya rasakan di jurusan tercinta ini. Satu hal yang saya ketahui adalah semakin tinggi tingkatan kuliah, pelajaran yang saya dapat semakin keluar dari sisi teknis. Kalau mungkin di tingkat 1, 2, atau tingkat 3 awal saya masih sering mendapat pelajaran-pelajaran yang bersifat teknis (seperti pemograman, hitung-menghitung, dll), sekarang ini pelajaran semakin ke arah konseptual (pengertian lain: ngalor-ngidul tidak jelas pun boleh). Setidaknya jurusan ini memberikan penyadaran diri dalam diri saya, sebuah penyadaran yang kalau boleh dibilang cukup pahit, yaitu bahwa saya orang yang berpola pikir eksak (serba pasti) dan sulit mencerna sesuatu yang tidak eksak (seperti ilmu sosial, ekonomi, humaniora dll), mirip den...