Sejujurnya gw itu orang yang ga suka sama eksklusivisme, fanatisme, ekstremisme, dsb. Gw ga demen sama membangga2kan sesuatu (kalau rasa bangga mungkin sedikit ada, lumrah lah, tapi ga sampai berlebih dan sampai membangga2kan hal itu), apalagi sampai membanding2kannya dengan yang lain. Ok, gw juga memang ga suka dengan membanding2kan. Dalam prinsip gw, sesuatu itu sama baiknya sama jeleknya, netral, abu-abu.
Sayangnya, hal itu berlawanan dengan lingkungan di sekitar gw. Anggap saja gw itu minoritas, maka dominan orang-orang berlaku seperti yang gw bilang di atas. Perlu gw akui memang, di dunia yang fana ini ada 2 hal yang mengikat setiap langkah kita: uang dan peringkat.
Siapa sih di dunia ini yang tidak butuh uang? Walau banyak orang yang mengatakan uang itu bukan segalanya (dan gw merasa setengah dari orang tersebut hanya ikut2an dan tidak jujur mengatakannya), tapi semua orang butuh duid. Terima kasih untuk leluhur yang membuat konsep uang sehingga orang2 sekarang ini harus terikat dengannya.
Dan peringkat, selalu menjadi incaran orang2 di dunia ini. Lihat saja orang2 yang pasti menjunjung para eksekutif, CEO, direktur, pejabat dengan peringkat2 tinggi, dibandingkan dengan orang di pihak depan, pedagang, satpam, penyapu jalan, dsb. Padahal kalau dipikir2 justru orang2 yang di pihak depan ini yang menciptakan kehidupan; mereka yang bekerja gigih untuk sesuatu yang nyata, tidak seperti kebanyakan pejabat negara yang kerjanya memperdebatkan hal yang ga perlu dan/atau ga penting, alih2 tidur.
Ekskulisivisme terasa sekali di lingkungan gw sekarang. Doktrinasi yang dilontarkan oleh petinggi tempat gw beraktivitas sekarang benar2 mempengaruhi hampir semua orang yang mendengarkannya. Kenapa tidak, doktrinasinya didukung dengan data2 yang ia dapat sehingga menarik simpati orang (read: teman2) yang memang kebanyakan berpikiran matematis. Alhasil, dapat ditebak, euforia berlebihan, rasa bangga yang terlalu, dan agak banyak diantaranya ekstremis yang sogi (sombong gila). Mereka juga meyakinkan doktrinasinya dengan data2 yang sama: input yang paling baik, yang lain payah (kalau istilah gamers 'cupu'), banyak yang menjadi atasan (lagi2 peringkat yang dilihat), pasti menjadi orang yang sukses (dalam pengertian uang, lagi2 uang). Terlalu banyak hal2 duniawi yang dijanjikan, dan memang ranking itu hal yang sangat duniawi.
Kejelekan tes IQ yang ada sekarang adalah ia hanya mampu melihat bakat logical/mathematical, dengan sedikit visual/spatial dan linguistik, yang dapat dikelompokkan pada kecerdasan akademis. Dan saking hebatnya pengaruh tes IQ ini, orang2 banyak mendewakannya. Semua iklan suplemen untuk anak2 selalu memasukkan istilah IQ ke dalam iklannya. Orang dengan IQ tinggi akan dipuja2 sementara IQ rendah dibuang bila tidak ada orang yang mengasihinya. Inilah kejamnya dunia sekarang ini. Padahal, Tuhan telah mengatakan bahwa setiap orang itu spesial dengan bakat yang spesial juga untuk setiap orang. Kenyataannya mereka lebih menghargai bakat-bakat akademis dibandingkan yang lain. Setidaknya itu yang terjadi di sini.
Dengan doktrinasinya yang hebat, teman2 merasa mereka adalah sebuah input yang terbaik. Slogan "Putra-putri terbaik bangsa" sudah cukup membuat mereka di atas angin. Setidaknya gw menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan doktrinasi seperti ini ke sahabat2 gw dan gw menyimpulkan, di tempat mereka juga ada doktrin seperti itu (dan sahabat gw yang satu itu juga tidak menyukainya, sama seperti gw), tapi di tempat gw yang paling keras dan paling ekstrem. Untungnya teman sebelah kamar gw seperti gw, mengerutkan dahi. "SoGi banget sih dia...!". Tapi bagaimana lagi, hal itu sudah mendarah daging di tempat itu sejak lebih dari 30 tahun lalu.
Pada suatu hari 2 teman gw berdiskusi tentang niat gw (dirahasiakan). Lalu dia menyambung dengan perkataan seperti ini, "Kalau untuk bidang sosial memang bagus, tapi untuk bidang teknik, ** mah payah!". "Inputnya jelek, bahkan temen gw yang disana sendiri yang bilang!". "Berapa teman yang lw tanya yang bilang seperti itu?" gw tanya. "2 orang! Tapi memang FAKTANYA jelek, di sini tu bagus kemana2, Perusahaan (INDF) aja bilang lulusan lainnya tu kurang berkualitas lah... dst dst!" Ia membalas, bersahut2an dengan yang satu lagi seperti bisnis MLM yang berusaha menarik simpati orang untuk membeli produk dengan cara menjelek2an produk yang dipaparkan oleh sang prospek.
Sedikit gw berdebat hingga akhirnya gw malas dan mengiyakan saja perkataannya. Ok, hal itu adalah kebanggaan mereka sebagai "Orang terpilih". Walau, entah kenapa gw mau bilang, "Lw belum pernah menilai dengan mengalami sendiri kan? Kalau begitu gw bisa dong bilang kalau di sini 'Sama Payahnya' dengan di sana?" Setidaknya gw menambah 1 suara oposisi untuk mengadilkan suasana. Lagi2 gw memang ga suka dengan ekstremisme. Ya, mungkin memang banyak data2 yang berkata demikian hingga data2 itu yang diambil oleh teman gw sebagai landasan pemikirannya. Tapi so what dengan menjelekkan sesuatu dengan fakta tsb? Tidak bisa kan memutlakkan keputusan sesuatu itu bagus atau jelek hanya dengan data2; ok itu ciri2 orang yg scientific. *Sori*, hanya saja gw merasa mereka tidak bisa melihat dari sudut pandang yang berbeda hingga mengambil kesimpulan yang tidak netral.
Itulah sang mayoritas, ranking adalah acuan dewa, benar dan salah adalah hal yang dimutlakkan, scientific, berdasarkan fakta2 dan data2, walau Einstein meluncurkan rumusan relativitas sekalipun. Tapi setidaknya gw bisa tahu jalan pikiran mereka seperti apa. Jalan pikiran seperti itu memang banyak terbukti menghasilkan orang2 yang sekarang ini terpandang, banyak uang, mendapat penghargaan tertinggi. Sementara orang yang bijak pasti akan selalu berada di balik layar. Confusius tidak pernah menjadi raja kan? Ia hanya berada di sisi lain dan mengambil keputusan bijak bila memang diperlukan. Confusius adalah salah satu orang terbijak yang saya tahu, dapat mengambil keputusan tidak berdasarkan sesuatu yang mutlak benar dan salah, tapi melihat dari seluruh sudut pandang permasalahan sehingga keputusannya adalah keputusan yang netral dan fleksibel.
Kesimpulannya, tidak ada solusi yang bisa gw berikan. Kembali lagi kepada diri anda, apakah anda orang yang ditakdirkan "sukses" secara duniawi dan memandang sesuatu dengan peringkat baik tidak baik, atau orang yang melihat sesuatu itu netral. Berorientasi proses atau tujuan? Pengejar prestasi dan martabat, atau penikmat dan pencari makna hidup? Eksklusif atau sekuler? Semua pilihan itu sama baiknya sama jeleknya, kembali ke diri anda masing2.
n.b: Maaf, gw salah ngomong kmaren, perusahaan INDF itu bukan bikinan orang sini yaa, tapi bikinan orang yang sama dgn yg bikin BBCA... so, jangan sampai perkataan gw kemaren yang salah bikin anda di atas angin...!!!!
Sayangnya, hal itu berlawanan dengan lingkungan di sekitar gw. Anggap saja gw itu minoritas, maka dominan orang-orang berlaku seperti yang gw bilang di atas. Perlu gw akui memang, di dunia yang fana ini ada 2 hal yang mengikat setiap langkah kita: uang dan peringkat.
Siapa sih di dunia ini yang tidak butuh uang? Walau banyak orang yang mengatakan uang itu bukan segalanya (dan gw merasa setengah dari orang tersebut hanya ikut2an dan tidak jujur mengatakannya), tapi semua orang butuh duid. Terima kasih untuk leluhur yang membuat konsep uang sehingga orang2 sekarang ini harus terikat dengannya.
Dan peringkat, selalu menjadi incaran orang2 di dunia ini. Lihat saja orang2 yang pasti menjunjung para eksekutif, CEO, direktur, pejabat dengan peringkat2 tinggi, dibandingkan dengan orang di pihak depan, pedagang, satpam, penyapu jalan, dsb. Padahal kalau dipikir2 justru orang2 yang di pihak depan ini yang menciptakan kehidupan; mereka yang bekerja gigih untuk sesuatu yang nyata, tidak seperti kebanyakan pejabat negara yang kerjanya memperdebatkan hal yang ga perlu dan/atau ga penting, alih2 tidur.
Ekskulisivisme terasa sekali di lingkungan gw sekarang. Doktrinasi yang dilontarkan oleh petinggi tempat gw beraktivitas sekarang benar2 mempengaruhi hampir semua orang yang mendengarkannya. Kenapa tidak, doktrinasinya didukung dengan data2 yang ia dapat sehingga menarik simpati orang (read: teman2) yang memang kebanyakan berpikiran matematis. Alhasil, dapat ditebak, euforia berlebihan, rasa bangga yang terlalu, dan agak banyak diantaranya ekstremis yang sogi (sombong gila). Mereka juga meyakinkan doktrinasinya dengan data2 yang sama: input yang paling baik, yang lain payah (kalau istilah gamers 'cupu'), banyak yang menjadi atasan (lagi2 peringkat yang dilihat), pasti menjadi orang yang sukses (dalam pengertian uang, lagi2 uang). Terlalu banyak hal2 duniawi yang dijanjikan, dan memang ranking itu hal yang sangat duniawi.
Kejelekan tes IQ yang ada sekarang adalah ia hanya mampu melihat bakat logical/mathematical, dengan sedikit visual/spatial dan linguistik, yang dapat dikelompokkan pada kecerdasan akademis. Dan saking hebatnya pengaruh tes IQ ini, orang2 banyak mendewakannya. Semua iklan suplemen untuk anak2 selalu memasukkan istilah IQ ke dalam iklannya. Orang dengan IQ tinggi akan dipuja2 sementara IQ rendah dibuang bila tidak ada orang yang mengasihinya. Inilah kejamnya dunia sekarang ini. Padahal, Tuhan telah mengatakan bahwa setiap orang itu spesial dengan bakat yang spesial juga untuk setiap orang. Kenyataannya mereka lebih menghargai bakat-bakat akademis dibandingkan yang lain. Setidaknya itu yang terjadi di sini.
Dengan doktrinasinya yang hebat, teman2 merasa mereka adalah sebuah input yang terbaik. Slogan "Putra-putri terbaik bangsa" sudah cukup membuat mereka di atas angin. Setidaknya gw menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan doktrinasi seperti ini ke sahabat2 gw dan gw menyimpulkan, di tempat mereka juga ada doktrin seperti itu (dan sahabat gw yang satu itu juga tidak menyukainya, sama seperti gw), tapi di tempat gw yang paling keras dan paling ekstrem. Untungnya teman sebelah kamar gw seperti gw, mengerutkan dahi. "SoGi banget sih dia...!". Tapi bagaimana lagi, hal itu sudah mendarah daging di tempat itu sejak lebih dari 30 tahun lalu.
Pada suatu hari 2 teman gw berdiskusi tentang niat gw (dirahasiakan). Lalu dia menyambung dengan perkataan seperti ini, "Kalau untuk bidang sosial memang bagus, tapi untuk bidang teknik, ** mah payah!". "Inputnya jelek, bahkan temen gw yang disana sendiri yang bilang!". "Berapa teman yang lw tanya yang bilang seperti itu?" gw tanya. "2 orang! Tapi memang FAKTANYA jelek, di sini tu bagus kemana2, Perusahaan (INDF) aja bilang lulusan lainnya tu kurang berkualitas lah... dst dst!" Ia membalas, bersahut2an dengan yang satu lagi seperti bisnis MLM yang berusaha menarik simpati orang untuk membeli produk dengan cara menjelek2an produk yang dipaparkan oleh sang prospek.
Sedikit gw berdebat hingga akhirnya gw malas dan mengiyakan saja perkataannya. Ok, hal itu adalah kebanggaan mereka sebagai "Orang terpilih". Walau, entah kenapa gw mau bilang, "Lw belum pernah menilai dengan mengalami sendiri kan? Kalau begitu gw bisa dong bilang kalau di sini 'Sama Payahnya' dengan di sana?" Setidaknya gw menambah 1 suara oposisi untuk mengadilkan suasana. Lagi2 gw memang ga suka dengan ekstremisme. Ya, mungkin memang banyak data2 yang berkata demikian hingga data2 itu yang diambil oleh teman gw sebagai landasan pemikirannya. Tapi so what dengan menjelekkan sesuatu dengan fakta tsb? Tidak bisa kan memutlakkan keputusan sesuatu itu bagus atau jelek hanya dengan data2; ok itu ciri2 orang yg scientific. *Sori*, hanya saja gw merasa mereka tidak bisa melihat dari sudut pandang yang berbeda hingga mengambil kesimpulan yang tidak netral.
Itulah sang mayoritas, ranking adalah acuan dewa, benar dan salah adalah hal yang dimutlakkan, scientific, berdasarkan fakta2 dan data2, walau Einstein meluncurkan rumusan relativitas sekalipun. Tapi setidaknya gw bisa tahu jalan pikiran mereka seperti apa. Jalan pikiran seperti itu memang banyak terbukti menghasilkan orang2 yang sekarang ini terpandang, banyak uang, mendapat penghargaan tertinggi. Sementara orang yang bijak pasti akan selalu berada di balik layar. Confusius tidak pernah menjadi raja kan? Ia hanya berada di sisi lain dan mengambil keputusan bijak bila memang diperlukan. Confusius adalah salah satu orang terbijak yang saya tahu, dapat mengambil keputusan tidak berdasarkan sesuatu yang mutlak benar dan salah, tapi melihat dari seluruh sudut pandang permasalahan sehingga keputusannya adalah keputusan yang netral dan fleksibel.
Kesimpulannya, tidak ada solusi yang bisa gw berikan. Kembali lagi kepada diri anda, apakah anda orang yang ditakdirkan "sukses" secara duniawi dan memandang sesuatu dengan peringkat baik tidak baik, atau orang yang melihat sesuatu itu netral. Berorientasi proses atau tujuan? Pengejar prestasi dan martabat, atau penikmat dan pencari makna hidup? Eksklusif atau sekuler? Semua pilihan itu sama baiknya sama jeleknya, kembali ke diri anda masing2.
n.b: Maaf, gw salah ngomong kmaren, perusahaan INDF itu bukan bikinan orang sini yaa, tapi bikinan orang yang sama dgn yg bikin BBCA... so, jangan sampai perkataan gw kemaren yang salah bikin anda di atas angin...!!!!
Komentar
Posting Komentar
Please comment below: