Langsung ke konten utama

Sebuah Pengakuan dan/atau Penjelasan Pribadi

Ini adalah sebuah pengakuan pribadi, tentang apa yang telah terjadi selama satu tahun terakhir dalam hidup saya dan menyebabkan saya berada dalam situasi yang demikian... (saya menggunakan bahasa semiformal agar kesannya bisa didapatkan).

Academic Life...

Jujur, seharusnya saat kelas 3 sma saya sudah menentukan pilihan hidup saya... setidaknya sudah harus memiliki keputusan yang mantap akan melanjutkan studi ke bidang apa (bahasa kerennya, "Mau lanjut ke jurusan apa?"). Sebenarnya berbagai macam bidang yang ingin dipilih dan yang tidak ingin dipilih sudah pernah disinggung sebelumnya, entah saat masih kecil, smp, ataupun sma. Contohnya keputusan saya yang tidak ingin menjadi dokter, mungkin bukan karena pelajarannya, tetapi karena merasa tidak memiliki panggilan serta talenta (bayangkan saja seorang dokter yang merinding melihat luka berdarah, gemetar memegang benda2 kecil, dsb). Tetapi singgungan itu tetap saja tidak mampu menjawab masalah.


Saya memasuki semester 2 kelas 3 sma masih dengan penuh tanda tanya. Saya masih ikut semacam psikotes walaupun saya kecewa karena tetap saja tidak menjawab masalah, seolah2 hasil psikotes itu hanya mengulang apa yang saya pernah katakan sebelumnya, tidak berguna. Akhirnya tanda tanya itu terus membekas dan mungkin ini salah satu faktor keburukannya.

Saya juga memiliki kelemahan yaitu mudah terpengaruh omongan orang lain. Saya juga seseorang yang plin-plan, tidak mantap dalam menentukan pilihan dalam hidup. Mungkin saya terlalu memikirkan suara orang-orang di sekitar saya, entah karena kuatir akan dibicarakan negatif oleh orang lain, sehingga saya malah tidak memikirkan suara diri saya sendiri. Huh, sebuah sifat yang harus saya perbaiki...

Ok, tanpa perlu menjelaskan tentang NTU dan pmdk ui, cerita saya dimulai dari mendaftar berbagai tes masuk universitas. Saya mendaftar simak ui yang tes tanggal 1 maret 2009, pmbp-itb daerah yang tes tanggal 26 maret 2009 (bener ato ga?), dan utul-ugm yang tes tanggal 4 april 2009 (bener ato ga?).

Kesalahan saya dimulai dari sini. Umumnya setiap jenis tes membolehkan pilihan jurusan sampai 2 atau 3 pilihan. Untuk itb, sebenarnya saya lebih cenderung ingin ke fti, karena kebetulan di sma saya lumayan menyukai kimia dan berpikir untuk ambil teknik kimia (walau sebenarnya saya masih ragu-ragu juga sebab katanya teknik kimia malah banyak fisikanya). Saya juga memiliki sedikit minat ke teknik sipil (sebenarnya dari kecil saya ingin menjadi arsitek tapi saya menyadari saya tak bisa menggambar jadi langsung ganti haluan ke teknik sipil, walau sama2 hancur karena saya tak bakat dalam pekerjaan lapangan *intinya susah deh*). Saat membicarakan pilihan tersebut ke sepupu saya, ia bilang bahwa sebaiknya taruh pilihan yang diinginkan di pilihan kedua saja dan menaruh jurusan dengan rating tertinggi di pilihan pertama (*ini dia sumber masalahnya*). Saya pun menuruti saja, sehingga di pilihan saya tertulis: STEI, FTI, dan yang ketiga FTSL. Untuk simak ui saya menaruh Fasilkom di pilihan pertama dan Farmasi di pilihan kedua.

Di hari-hari terakhir bulan maret (2009), saya merasa bahwa saya seharusnya tidak mengambil bidang komputer. Bukan minat saya ke situ. Saya memang suka hal-hal analitis tetapi bukan coding... Kebingungan saya sejak lama keluar lagi dan semakin menjurus. Saya berpikir mungkin saya lebih baik ke farmasi saja.

Tetapi nasib berkata lain. Tanggal 4 april (kalau tidak salah), pengumuman simak, saya "dijebloskan" ke pilihan pertama saya, fasilkom... Saat itu emosi saya terpecah dua secara bergantian. Pertama-tama saya euforia, bisa dapat universitas yg artinya saya tidak perlu kuatir lagi dengan masalah lanjut studi. Lama-kelamaan saya malah frustrasi... bagaimana ini nasib saya? Sekitar 2/3 hari setelah itu saya mengirimkan email ke UI kalau-kalau lembaga dapat menukar pilihan pertama saya dengan pilihan kedua... Namun email saya pun dibalas dengan tulisan, "Maaf, UI tidak melayani pindah jurusan."

Beberapa hari setelah itu muncul pengumuman pmbp (dengan beberapa keterlambatan tentunya). Dan ok, lagi-lagi pilihan pertama, tidaaak, informatika? artinya bakal ketemu coding lagi... huhu. Sementara saya tidak jadi ikut tes utul karena terbawa perasaan lega sudah mendapat pegangan universitas (dan sebenarnya saya juga malas kalau harus ke Yogya). Hasil kedua tersebut praktis membuat rasa frustasi saya melonjak menjadi depresi.

Kalau Anda menyelami kehidupan saya di bulan April dan Mei, Anda akan merasakan aura yang berbeda dari diri saya. Tiba-tiba saya jadi suka pusing/sakit kepala (sebenarnya rasa pusing masih sering terasa hingga sekarang, apakah masih ada sisa2 depresi?), mudah marah, cepat emosi, sampai yang paling parah lempar-lempar barang (sebuah prilaku yang belum pernah saya alami sebelumnya). Namun, begitulah kejadiannya. Setiap pilihan adalah sulit pada saat itu.

Bulan Mei datang dan artinya deadline pengurusan pembayaran/pendaftaran sudah hampir ditutup. Semakin galau saja hati pikiran saat itu. Dengan kurangnya pertimbangan rasional saya me'nogel' untuk ambil itb saja. Alasannya cuma satu, karena kalau ambil stei saya belum tentu akan masuk ke informatika. Itu saja alasan sebuah keputusan yang diambil sambil marah2. Di kemudian hari saya menyadari saya SALAH BESAR! Selain karena tidak bisa menghindari coding bagaimanapun juga, saya sebenarnya lebih TIDAK bakat lagi di elektro. Fisika elektro saya jelek di jenjang manapun, dan untuk keterampilan banyak orang dan sanak saudara sudah meragukannya. Ok, kiamat!

Tapi bagaimana lagi, uang tersebut sudah dibayarkan. Saya begitu down dan merasa sangat-sangat bersalah. Sebuah pertimbangan yang begitu irrasional dan tidak dalam telah saya lakukan (tidak dalam, karena saya tidak mempertimbangkan hal lain: biaya hidup, situasi setempat, lingkungan sekitar, dll). Saya begitu menyesal tapi tidak ada gunanya. Yang lebih membuat saya menyesal adalah saya menutup telinga saya terhadap perkataan orang tua. Akhirnya saya mendapatkan sebuah pelajaran, "Dengarkanlah saran dan pendapat orang tua", dan pelajaran itu begitu ampuh setidaknya untuk saat itu. Ah, maafkan saya yang beban ini...

Orang tua pun akhirnya hanya bisa berkata, "Coba saja dulu 1 tahun, hitung-hitung latihan kuliah... sayang, kalau kamu tidak kuliah nanti lebih frustrasi karena tidak ada kegiatan" (memang kebetulan salah satu opsi saya saat itu adalah melepaskan semuanya). Yah, saya mengiyakan saja nasehat mereka. Awalnya saya berkata mungkin 1 semester saja, tapi ya syukurlah sekarang ini udah mau 1 tahun di sini...

Dalam perjalanan juga saya menemui hal2 emosional. Entah itu 'mutung' tidak ingin pergi ke Bandung untuk pendaftaran, sengaja bikin lama perjalanan, tidak jadi2 jalan ke bandung sampai 3 kali, dsb... Untuk teman2 juga pasti pernah melihat sikap saya yang aneh selama 1 semester pertama. Galau, stress, hampa, jadi pengalaman yang dirasakan tiap harinya saat itu. Berulang kali ke psikolog, sampai mau menjalani terapi... ahh~ begitulah.


Mungkin ini bisa jadi jawaban dan alasan atas hal2 yang tampak dalam diri saya hingga sekarang...
Ya, entah dari nasihat terapis atau pengalaman ini, saya harus belajar tentang berpasrah, bersyukur, dan berterima. 3 hal tersebut, mungkin mudah untuk dijelaskan secara teoritis saja, tapi ternyata sulit untuk dilakukan. Sampai sekarang saja saya masih merasa sulit untuk melakukannya walau, saya bersyukur kepada Tuhan karena saya masih boleh berpasrah terhadap persoalan ini. Setidaknya pikiran saya bisa jadi lebih ringan...

(Dan saya sedikit memahami, bukan karena merasa hebat, bangga, euforia berlebih, atau bahkan lebih parah lagi: fanatis, ekslusif, chauvinisme... saya hanya ingin mengucap syukur kepada Tuhan, Ia masih memberikan banyak berkatNya untuk saya, termasuk di antaranya kesempatan ini...)

Semoga saya masih dapat diberi pemikiran yang netral, independen, dan universal. Pemikiran yang bisa melihat suatu hal dari banyak sisi dan sudut pandang. Tidak mengunggulkan yang satu dan merendahkan yang lain hanya karena kebanggaan buta semata.

Dan untuk yang belum melalui masa-masa seperti di atas, yah, saya berharap agar Anda bisa lebih berefleksi diri, mempertimbangkan dengan mantap pilihan hidup yang ingin anda jalani, lebih jauh lagi, panggilan hidup yang sesuai dengan pribadi Anda. Sebaiknya dipikirkan jauh hari, kelas 2 sma awal gitu, perbanyak pengalaman, cobalah segala kegiatan yang ada (asal jangan narkoba dan hal2 negatif lainnya...hehe) karena siapa tahu Anda mendapat sebuah inspirasi hidup dari kegiatan yang Anda coba. Siapa tahu...

n.b.: untuk langkah hidup saya selanjutnya, kyknya sudah banyak yang tahu yah... hahaha

--SamZ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Klasifikasi Mall

Orang Indonesia khususnya orang Jakarta pasti sudah tidak asing dengan mall . Jenis pusat perbelanjaan ini sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jakarta saat ini. Dari tujuan awalnya   yaitu sebagai tempat untuk melakukan transaksi/perdagangan, mall  saat ini telah berkembang sebagai tempat yang tidak hanya memfasilitasi kegiatan perdagangan, tetapi juga sebagai tempat nongkrong , ruang publik  untuk menyuarakan aspirasi, hingga sebagai gaya hidup masyarakat. Terinspirasi dari sebuah pembicaraan, saya ingin membuat klasifikasi mall-mall yang ada di Indonesia. Ternyata tidak semua mall di Indonesia itu sama loh! Mall  di Indonesia ada bermacam-macam jenisnya bergantung pada strategi pendiri mall tersebut, yang disesuaikan pula dengan tujuan dibangunnya mall, demografi dari konsumen , dan hal-hal penting lainnya. Berikut klasifikasi-klasifikasi mall  berdasarkan hasil pemikiran pribadi (sengaja contoh tidak diberikan untuk menghinda...

Perbandingan sistem SKS di Indonesia (ITB) dan ECTS di Belanda (TU Delft), dan alasan mengapa banyak yang merasa kuliah di Belanda lebih berat daripada di Indonesia.

"Lebih berat kuliah di Indonesia atau kuliah di Belanda?" Banyak pertanyaan semacam itu dikemukakan oleh orang-orang yang penasaran bagaimana rasanya menempuh studi Magister di negeri kincir angin ini. Bagi sebagian besar orang yang sedang sama-sama menempuh kuliah di sini (secara spesifik di TU Delft) dan sebelumnya menempuh pendidikan S1 di Indonesia, beban kuliah di sini rasanya lebih banyak daripada beban kuliah di Indonesia. Saya pun kurang lebih merasakan hal tersebut. Namun, opini-opini tersebut masih berupa sekumpulan argumen yang bersifat kualitatif. Apakah ada penjelasan kuantitatif yang mendukung pendapat beban studi di Belanda lebih besar daripada beban studi di Indonesia? Saya akan mencoba membahasnya di sini. Perguruan tinggi di Indonesia mengenal sistem Satuan Kredit Semester (SKS) untuk mengukur beban studi mahasiswa dalam menempuh kuliah. Saya kurang tahu apakah sistem SKS berlaku sama atau berbeda-beda antar perguruan tinggi di Indonesia. Oleh karen...

Berapa kapasitas PIN BlackBerry Messenger (BBM)?

Hai folks! Setelah mengumpulkan niat akhirnya saya balik menulis blog ini lagi. Kali ini dengan topik yang sedang muncul di kepala dan mungkin agak "tidak penting": Berapa kapasitas PIN BBM? Orang Indonesia sekarang pasti sudah sangat familiar dengan yang namanya BBM. Messenger yang selalu terinstall di dalam perangkat mobile Blackberry (BB) tersebut sudah sangat menyentuh kehidupan orang Indonesia khusunya kawula muda dan para profesional. Setiap saat kerjaannya bertukar pesan BBM terus, atau minta PIN BBM orang supaya bisa connect dengan orang tersebut. Nah PIN ini yang akan kita bahas di post ini. FYI, PIN di BBM berlaku sebagai identitas BBM seseorang, bahkan boleh dibilang identitas BB itu sendiri karena 1 BB cuma bisa punya 1 PIN BBM saja. Pertama, kita akan melihat struktur dari PIN BBM. Misalnya kamu tanya kepada teman kamu yang punya BB, "Eh, PIN BBM-mu berapa?". Pasti (kalau dia mau kasih tahu) dia akan memberikan sebuah #kode angka dan huruf b...