Langsung ke konten utama

Hidup bagai adonan roti...

Sebenarnya ini adalah sebuah pepatah yang saya buat dan tulis di status Facebook. Waktu itu niatnya iseng sih, tapi semakin lama dipikir ternyata pepatah ini ada benarnya juga. Entah kenapa semakin lama saya semakin ingin untuk menelaah pepatah ini lebih lanjut *dan akhirnya jadilah sebuah post di bloggy... haha!*

Hidup bagai adonan roti... apa maksudnya?


Mari kita membayangkanseseorang membuat roti. Mungkin di toko roti bagi yang gemar ke toko roti, mungkin Mama yang suka membuat roti di waktu senggang (yah kebetulan saya punya mama yang suka bikin roti dan donat kalau lagi punya bahan dan waktu... hehe). Banyak hal yang dikerjakan dalam membuat roti. Mencampur tepung dan telur (jelas), memberinya ragi (obviously), dan lain-lain. Namun ada hal yang menarik mata 'ku untuk melihat proses membuat roti. Membantingnya.

Yak, membanting... apa perlunya membanting adonan?
Mungkin hal ini terkesan melelahkan dan membuang2 waktu, dan ya benar sekali, membanting adonan itu memang sangat melelahkan, terutama bagi saya yang kurang terbiasa dengan hal tersebut... haha... Membanting adonan selain membutuhkan waktu juga membutuhkan tenaga untuk membanting dengan kekerasan yang cukup dan dalam waktu yang relatif nggak singkat. Gunanya? Sangat berguna. Bila adonan itu tidak dibanting, maka ragi yang ada di dalam adonan itu tidak memperoleh cukup energi untuk melakukan kerjanya (fermentasi) dan akibatnya bisa sangat jelas, adonan tidak mengembang (bantet). Tampak pekerjaan tidak penting, padahal berguna.

Anggaplah hidup sebagai adonan roti, maka acara "Pembantingan" itu layaknya sebuah pelatihan dan pembelajaran hidup yang mungkin melelahkan, membuang waktu, menyakitkan, padahal tampak tidak berguna. Padahal, mungkin disadari atau tidak, ternyata hal itu penting bagi kita agar kita dapat "berkembang", dan tidak menjadi bantet.

Dan satu hal lagi, layaknya adonan roti yang setelah dibanting lalu didiamkan sejenak untuk berkembang. Ada kalanya kita memang perlu dibiarkan mandiri agar dapat mengembangkan diri kita sendiri tanpa intervensi dari orang lain. Dengan pembelajaran, pelatihan, dan pemandirian itu kita dapat menjadi pribadi yang berkembang secara sempurna.


Zubla~

Komentar

Posting Komentar

Please comment below:

Postingan populer dari blog ini

Klasifikasi Mall

Orang Indonesia khususnya orang Jakarta pasti sudah tidak asing dengan mall . Jenis pusat perbelanjaan ini sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jakarta saat ini. Dari tujuan awalnya   yaitu sebagai tempat untuk melakukan transaksi/perdagangan, mall  saat ini telah berkembang sebagai tempat yang tidak hanya memfasilitasi kegiatan perdagangan, tetapi juga sebagai tempat nongkrong , ruang publik  untuk menyuarakan aspirasi, hingga sebagai gaya hidup masyarakat. Terinspirasi dari sebuah pembicaraan, saya ingin membuat klasifikasi mall-mall yang ada di Indonesia. Ternyata tidak semua mall di Indonesia itu sama loh! Mall  di Indonesia ada bermacam-macam jenisnya bergantung pada strategi pendiri mall tersebut, yang disesuaikan pula dengan tujuan dibangunnya mall, demografi dari konsumen , dan hal-hal penting lainnya. Berikut klasifikasi-klasifikasi mall  berdasarkan hasil pemikiran pribadi (sengaja contoh tidak diberikan untuk menghinda...

Perbandingan sistem SKS di Indonesia (ITB) dan ECTS di Belanda (TU Delft), dan alasan mengapa banyak yang merasa kuliah di Belanda lebih berat daripada di Indonesia.

"Lebih berat kuliah di Indonesia atau kuliah di Belanda?" Banyak pertanyaan semacam itu dikemukakan oleh orang-orang yang penasaran bagaimana rasanya menempuh studi Magister di negeri kincir angin ini. Bagi sebagian besar orang yang sedang sama-sama menempuh kuliah di sini (secara spesifik di TU Delft) dan sebelumnya menempuh pendidikan S1 di Indonesia, beban kuliah di sini rasanya lebih banyak daripada beban kuliah di Indonesia. Saya pun kurang lebih merasakan hal tersebut. Namun, opini-opini tersebut masih berupa sekumpulan argumen yang bersifat kualitatif. Apakah ada penjelasan kuantitatif yang mendukung pendapat beban studi di Belanda lebih besar daripada beban studi di Indonesia? Saya akan mencoba membahasnya di sini. Perguruan tinggi di Indonesia mengenal sistem Satuan Kredit Semester (SKS) untuk mengukur beban studi mahasiswa dalam menempuh kuliah. Saya kurang tahu apakah sistem SKS berlaku sama atau berbeda-beda antar perguruan tinggi di Indonesia. Oleh karen...

Nasib Pelajaranku Saat Ini

Aneh ya, Di saat teman-teman yang setingkat dengan saya merasakan bahwa pelajaran di jurusan mereka semakin lama semakin menjurus, saya malah merasakan pelajaran di jurusan ini semakin lama semakin abstrak dan tidak jelas mau dibawa ke mana. Tetapi memang seperti itulah yang saya rasakan di jurusan tercinta ini. Satu hal yang saya ketahui adalah semakin tinggi tingkatan kuliah, pelajaran yang saya dapat semakin keluar dari sisi teknis. Kalau mungkin di tingkat 1, 2, atau tingkat 3 awal saya masih sering mendapat pelajaran-pelajaran yang bersifat teknis (seperti pemograman, hitung-menghitung, dll), sekarang ini pelajaran semakin ke arah konseptual (pengertian lain: ngalor-ngidul tidak jelas pun boleh). Setidaknya jurusan ini memberikan penyadaran diri dalam diri saya, sebuah penyadaran yang kalau boleh dibilang cukup pahit, yaitu bahwa saya orang yang berpola pikir eksak (serba pasti) dan sulit mencerna sesuatu yang tidak eksak (seperti ilmu sosial, ekonomi, humaniora dll), mirip den...