Langsung ke konten utama

Jurusan baru? so what?!

Kuliah di jurusan yang tergolong "baru" tidaklah selancar yang dapat dibayangkan.
Ya, inilah yang gw amati seiring waktu gw berada dalam jurusan Sistem dan Teknologi Informasi (STI), suatu jurusan yang tergolong baru (memisahkan diri) di Fakultas gw. Cukup "baru"nya jurusan ini membuat banyak teman saya yang menanyakan hal ini menampilkan muka penuh tanda tanya, "Jurusan apa tuh?" katanya.

Berikut hasil searching2 tentang kira2 apa itu Sistem dan Teknologi Informasi:
  • Sistem informasi adalah aplikasi komputer untuk mendukung operasi dari suatu organisasi: operasi, instalasi, dan perawatan komputer, perangkat lunak, dan data. (wikipedia id)
  • Information Systems (IS) is an academic/professional discipline concerned with the strategic, managerial and operational activities involved in the gathering, processing, storing, distributing and use of information, and its associated technologies, in society and organizations. (wikipedia en)
  • Information technology (IT) is "the acquisition, processing, storage and dissemination of vocal, pictorial, textual and numerical information by a microelectronics-based combination of computing and telecommunications" (wikipedia en)
  • Teknologi Informasi adalah hasil rekayasa manusia terhadap proses penyampaian informasi dari bagian pengirim ke penerima sehingga pengiriman informasi tersebut akan lebih cepat, lebih luas penyebarannya, dan lebih lama penyimpanannya. (wikipedia id)
Pada dasarnya Sistem dan Teknologi Informasi adalah gabungan dari 2 hal di atas, sehingga jurusan ini arah kajiannya lebih mengarah ke 2 hal tersebut. Sebenarnya bidang ini tidak sepenuhnya baru karena pada kenyataannya sudah banyak universitas-universitas terkemuka di Indonesia yang menyelenggarakan program studi ini (seperti UI dengan jurusan Sistem Informasi, Binus dengan nama yang sama, UGM dengan nama Teknologi Informasi, dll) belum lagi yang di Luar Negeri sana.
Menurut gw jurusan ini bukanlah jurusan yang buruk, malahan menurut gw secara ideal jurusan ini sangat menarik dan seru, dengan interdisiplinnya yang luas dan beragam, serta menuntut dibutuhkannya daya analisis kasus riil, managerial skill, dan intra-interpersonal skill sekaligus selain juga daya logika yang tinggi serta pemahaman akan pemograman (karena kebutuhan informasi di jaman sekarang sangat disokong dengan adanya komputer dan program-program di dalamnya).

Kenyataannya, tidak selancar yang dibayangkan...
Karena jurusan ini tergolong sangat baru di kampus gw, banyak pandangan dan konsepsi miring mengenai jurusan ini. Salah satunya, adalah pandangan bahwa jurusan STI ini adalah jurusan "buangan" dari jurusan tetangganya (Teknik Informatika). Memang agak miris melihat pandangan miring ini begitu menyebar di kalangan teman-teman seangkatan gw sehingga turut mempengaruhi pola pikirnya.
Hal ini sangat nyata terlihat dari hasil kuesioner pemilihan jurusan saat semester 2 (kampus gw memberlakukan sistem masuk fakultas dahulu baru masuk jurusan pada tahun ke-2). Pada hasil tersebut, orang yang memilih jurusan STI ini hanya 17 orang (dari kuota kurang-lebih 40-50 orang). Sementara itu, 2 jurusan dengan kuota terbesar, elektro dan informatika, peminatnya sangat membeludak, melebihi kuota. Menurut prediksi saya hal ini turut berlanjut sampai penentuan jurusan sehingga beberapa teman sejurusan merupakan mereka yang tidak memilih jurusan ini (tereliminasi dari jurusan yang dipilih, umumnya informatika). Mungkin hal ini juga yang akhirnya menciptakan stereotype kalau jurusan STI ini "buangan".
Menurut gw, ada beberapa hal yang membuat jurusan ini "dipandang sebelah mata":
  1. Jurusan ini tergolong jurusan baru, sehingga masih sedikit informasi yang bisa didapat dari jurusan ini, terutama masalah prospek (karir) ke depannya. Ya, masalah prospek tersebut sangat krusial karena gw rasa tujuan kuliah hampir semua orang adalah untuk memperoleh pekerjaan yang sehebat-hebatnya, dan efeknya uang sebanyak-banyaknya. Tujuan ini tidak salah memang, tetapi juga tidak sepenuhnya benar.
  2. Jurusan yang telah lama ada (2 jurusan dengan kuota terbesar) telah diketahui seluk-beluk dan reputasinya, bukan hanya oleh warga kampus melainkan juga oleh masyarakat luas. Karena itu kebanyakan masyarakat (termasuk diantaranya keluarga dan warga sekolah dulu) yang merekomendasikannya.
  3. Nama himpunan mahasiswa yang identik dengan jurusan dedengkot itu, serta tidak adanya himpunan mahasiswa khusus yang memiliki nama relevan dengan jurusan STI. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi psikologis seseorang, terutama yang berhubungan dengan pride.
  4. Jurusan yang baru dibuka / dideklarasikan umumnya memiliki kendala awal yaitu belum adanya akreditasi dari departemen negara yang berwenang. Wajar lah, jurusannya baru dibentuk, sementara akreditasi pertama secara sistematik baru dapat dilakukan setelah jurusan tersebut melakukan kelulusan mahasiswanya. Jadi, menurut banyak orang, tindakan memilih jurusan baru merupakan tindakan yang berani dan beresiko.
Berhubung gw memiliki prestasi akademik yang boleh dibilang memuaskan saat tahun pertama, banyak orang yang menanyakan mengapa gw memilih jurusan baru ini (dengan berbagai pandangan miring atasnya). Ada pula yang menyayangkannya. Tidak perlu jauh-jauh, salah banyaknya justru datang dari keluarga sendiri. Walaupun tidak dinyatakan secara langsung namun gw merasa beberapa oknum menyayangkan hal tersebut (dari nada bicara dan sikapnya, serta beberapa pernyataan yang cukup menggelitik).
Selain keluarga, ada juga perilaku serupa dari teman-teman. Gw teringat ada satu orang teman waktu yang lalu (semua teman satu angkatan pasti mengenalnya), mengobrol dengan gw sepanjang jalan di dalam kampus, dan ia bertanya heran untuk apa gw memilih STI, sembari ia melantunkan cerita tentang jurusannya (jurusan tetangga) yang (menurutnya) "lebih baik" daripada jurusan gw dan jurusan gw yang "tidak ada apa-apanya" dibandingkan jurusannya (dan mungkin ia turut ingin mengatakan bahwa dirinya lebih baik daripada orang lain).
Oke, itu hanya ocehan dia, never mind. Terlebih lagi, memang banyak di dunia orang yang memiliki kecenderungan untuk arogan dan narsis. Tapi perlu diakui juga, sedikit atau banyak pandangan ini turut mempengaruhi pandangan teman-teman sejurusan. Banyak teman-teman sejurusan yang akhirnya merasa kemampuannya berada dalam taraf low level, lebih rendah daripada teman-teman di jurusan lain, dan akhirnya mempengaruhi motivasi belajarnya (umumnya ke arah negatif). Ada pula yang diam-diam diliput awan gelap ketidakterimaan sehingga ogah-ogahan menjalankan kuliah di jurusan yang "tidak ia terima" itu.
Karena itu, gw tertarik untuk menuliskan mengapa gw tertarik memilih jurusan ini, dan saya tidak menyesal dengan pilihan saya ini:
  1. Seperti yang telah menjadi rahasia umum bahwa gw (sewaktu lulus SMA) mendapatkan hasil seleksi berupa fakultas/jurusan yang salah. Jujur saja, faktor ini sangat mempengaruhi kehidupan gw selanjutnya terutama dalam hal psikologis, dimana gw mengalami depresi yang berkepanjangan. Namun, gw tidak ingin membiarkan hal ini mematikan rasa ingin tahu gw, seperti kata guru gw, "Jangan pernah bosan belajar". Dengan suatu sokongan mental yang luar biasa dari orangtua, saya mulai belajar untuk menerima dan mengambil sisi positif dari kehidupan yang ada. Itulah mengapa walau salah fakultas, saya tetap mengusahakan yang terbaik dalam kehidupan saya.
    Namun, tentu saja gw tidak ingin untuk mengulangi kesalahan awal, dimana gw memilih tanpa melibatkan soul. Dan untuk pemilihan jurusan soul gw lebih memilih STI daripada yang lain. So, that's my choice, and I don't regret it!
  2. Menurut gw jurusan ini masih cocok dengan diri gw, ya minimal sesuai dengan hasil tes psikologi gw. Dan lagi-lagi tentang soul, lebih berada di jurusan ini daripada yang lain. Untuk apa gw memilih sesuatu bila hati gw tidak ada di sana?
  3. Jurusan ini tidak prospektif? Siapa bilang. Untuk apa perguruan tinggi membuka jurusan baru kalau ia tahu jurusan itu tidak prospektif?
  4. Jurusan ini buangan? I want to tell ya, bidang kajian kita berbeda, arahan kita berbeda. Jadi tidak bisa lah membandingkan keduanya mana yang lebih baik mana yang tidak baik.
    Maka saran untuk teman-teman sejurusan juga, "Jangan terlalu menyamakan diri dengan jurusan tetangga. Beberapa matakuliah kita memang sama, tapi arahannya berbeda. Tidak bisa dibandingkan begitu saja!"
  5. Jurusan ini tanpa akreditasi? Pasti akan diusahan, yg penting ada lulusannya dahulu.
Gw percaya, tidak ada program studi di dunia ini yang dibuat tanpa maksud, pastilah program studi - program studi yang ada semuanya baik dan berpotensi. Sekarang tergantung pelajarnya, apakah mau mengusahakan yang terbaik yang ia bisa, atau tidak.
Jadi, selama kita tidak pernah bosan belajar, tidak pernah bosan berusaha, dan tentu saja tidak pernah bosan berdoa, gw yakin selalu ada jalan yang cerah di depan sana............ :D :D :D
"All Izz well." - 3 idiots

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Klasifikasi Mall

Orang Indonesia khususnya orang Jakarta pasti sudah tidak asing dengan mall . Jenis pusat perbelanjaan ini sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jakarta saat ini. Dari tujuan awalnya   yaitu sebagai tempat untuk melakukan transaksi/perdagangan, mall  saat ini telah berkembang sebagai tempat yang tidak hanya memfasilitasi kegiatan perdagangan, tetapi juga sebagai tempat nongkrong , ruang publik  untuk menyuarakan aspirasi, hingga sebagai gaya hidup masyarakat. Terinspirasi dari sebuah pembicaraan, saya ingin membuat klasifikasi mall-mall yang ada di Indonesia. Ternyata tidak semua mall di Indonesia itu sama loh! Mall  di Indonesia ada bermacam-macam jenisnya bergantung pada strategi pendiri mall tersebut, yang disesuaikan pula dengan tujuan dibangunnya mall, demografi dari konsumen , dan hal-hal penting lainnya. Berikut klasifikasi-klasifikasi mall  berdasarkan hasil pemikiran pribadi (sengaja contoh tidak diberikan untuk menghinda...

Perbandingan sistem SKS di Indonesia (ITB) dan ECTS di Belanda (TU Delft), dan alasan mengapa banyak yang merasa kuliah di Belanda lebih berat daripada di Indonesia.

"Lebih berat kuliah di Indonesia atau kuliah di Belanda?" Banyak pertanyaan semacam itu dikemukakan oleh orang-orang yang penasaran bagaimana rasanya menempuh studi Magister di negeri kincir angin ini. Bagi sebagian besar orang yang sedang sama-sama menempuh kuliah di sini (secara spesifik di TU Delft) dan sebelumnya menempuh pendidikan S1 di Indonesia, beban kuliah di sini rasanya lebih banyak daripada beban kuliah di Indonesia. Saya pun kurang lebih merasakan hal tersebut. Namun, opini-opini tersebut masih berupa sekumpulan argumen yang bersifat kualitatif. Apakah ada penjelasan kuantitatif yang mendukung pendapat beban studi di Belanda lebih besar daripada beban studi di Indonesia? Saya akan mencoba membahasnya di sini. Perguruan tinggi di Indonesia mengenal sistem Satuan Kredit Semester (SKS) untuk mengukur beban studi mahasiswa dalam menempuh kuliah. Saya kurang tahu apakah sistem SKS berlaku sama atau berbeda-beda antar perguruan tinggi di Indonesia. Oleh karen...

Berapa kapasitas PIN BlackBerry Messenger (BBM)?

Hai folks! Setelah mengumpulkan niat akhirnya saya balik menulis blog ini lagi. Kali ini dengan topik yang sedang muncul di kepala dan mungkin agak "tidak penting": Berapa kapasitas PIN BBM? Orang Indonesia sekarang pasti sudah sangat familiar dengan yang namanya BBM. Messenger yang selalu terinstall di dalam perangkat mobile Blackberry (BB) tersebut sudah sangat menyentuh kehidupan orang Indonesia khusunya kawula muda dan para profesional. Setiap saat kerjaannya bertukar pesan BBM terus, atau minta PIN BBM orang supaya bisa connect dengan orang tersebut. Nah PIN ini yang akan kita bahas di post ini. FYI, PIN di BBM berlaku sebagai identitas BBM seseorang, bahkan boleh dibilang identitas BB itu sendiri karena 1 BB cuma bisa punya 1 PIN BBM saja. Pertama, kita akan melihat struktur dari PIN BBM. Misalnya kamu tanya kepada teman kamu yang punya BB, "Eh, PIN BBM-mu berapa?". Pasti (kalau dia mau kasih tahu) dia akan memberikan sebuah #kode angka dan huruf b...