Langsung ke konten utama

Nasib Pelajaranku Saat Ini

Aneh ya,

Di saat teman-teman yang setingkat dengan saya merasakan bahwa pelajaran di jurusan mereka semakin lama semakin menjurus, saya malah merasakan pelajaran di jurusan ini semakin lama semakin abstrak dan tidak jelas mau dibawa ke mana.

Tetapi memang seperti itulah yang saya rasakan di jurusan tercinta ini. Satu hal yang saya ketahui adalah semakin tinggi tingkatan kuliah, pelajaran yang saya dapat semakin keluar dari sisi teknis. Kalau mungkin di tingkat 1, 2, atau tingkat 3 awal saya masih sering mendapat pelajaran-pelajaran yang bersifat teknis (seperti pemograman, hitung-menghitung, dll), sekarang ini pelajaran semakin ke arah konseptual (pengertian lain: ngalor-ngidul tidak jelas pun boleh).

Setidaknya jurusan ini memberikan penyadaran diri dalam diri saya, sebuah penyadaran yang kalau boleh dibilang cukup pahit, yaitu bahwa saya orang yang berpola pikir eksak (serba pasti) dan sulit mencerna sesuatu yang tidak eksak (seperti ilmu sosial, ekonomi, humaniora dll), mirip dengan mama saya. Kenyataan pahit pun muncul karena ternyata pelajaran-pelajaran di jurusan saya sekarang ini boleh dibilang tidak eksak. Pelajaran-pelajaran saya, terutama yang dipelajari di tingkat-tingkat atas seperti saat ini, cenderung menjurus kepada pengetahuan organisasi, perusahaan, bisnis, dan teori informasi, yang cenderung bersifat abstrak dan kualitatif (tidak dapat dihitung).

Implikasinya mirip dengan pelajaran-pelajaran sosial di SMA dulu: pelajaran textbook-based yang harus dihafalkan (dan sampai saat ini saya masih tidak mengerti bagaimana cara untuk mengerti pelajaran tersebut kalau tidak dengan dihafalkan) untuk memperoleh hasil yang bagus di ujian, padahal kalau ditelaah kembali ternyata pelajaran yang dipelajari setengah mati tersebut adalah sebuah common sense yang diteorikan oleh orang-orang yang ingin mendapatkan uang dari buku common sense tersebut.
NICE!! I am learning something I have already known.

Hal menyebalkan lainnya adalah masalah tugas. Tugas yang diberikan semakin lama semakin tidak jelas maksud dan tujuannya. Tidak semua pelajaran seperti itu sebenarnya, mungkin ini hanyalah ulah segelintir oknum dosen. Melihat contoh seperti itu, tidak heran kalau saya bilang bahwa membuat soal tuh semudah membalikkan telapak tangan, sementara yang susah adalah menjawabnya. Kalau soalnya memang berkualitas, mungkin saya maklum apabila membuatnya butuh waktu yang tidak singkat.
Mudah kan untuk memberikan tugas kepada seseorang: "Seberangi samudera!", yang susah adalah yang mengerjakan tugas tersebut.

Saya bingung, apakah saya yang aneh atau jurusan saya anomali sendiri dibandingkan jurusan lain. Di saat teman-teman semakin merasakan bahwa kompetensi mereka semakin jelas dan terarah, saya justru merasa semakin tidak jelas kompetensi saya apa, arahan kemampuan saya nanti ke mana, dan sebagainya. Bukannya semakin merasa tahu, saya malah makin merasa tidak tahu (bahkan rasanya saya "tidak lebih baik" daripada saya sewaktu belum kuliah dulu). Tenggelam saya dalam kebingungan yang mendalam.
Semoga saja rasa tidak tahu saya itu mengikuti pepatah: "Semakin banyak tahu, semakin banyak hal yang kita tidak ketahui". Hehehe....


*No Offense, this is just my opinion...*

Komentar

  1. semangaadd samnat ... :)
    sometimes we need "love what u do" rather than "do what u love" ,,
    so "they" will love u too ... :p

    BalasHapus
  2. :)) tergerak buat komen..
    Well, memang di jurusan tercinta kita ini ga diarahkan untuk mempelajari seluruh hal teknis seperti berbagai jenis pemrograman dengan berbagai jenis bahasa pemrograman, atau hitung-menghitung kayak kalkulus tingkat dewa, dsb. Kenapa? Karena hal teknis itu bisa dipelajari sendiri dan ketika kerja pun kita otomatis akan belajar hal teknis itu (walau keberhasilan belajarnya itu tergantung dari kemauan dan usaha kita).

    Waktu awal-awal dapat kuliah yang ga jelas arahnya which is konsep semua, gw juga kurang suka. Apalagi kalau ga ada buku pegangannya dan hanya disuruh "eksplorasi mandiri" (you-know-who). Tapi, gw dapat sisi positifnya. Kita bisa nyari bahan sepuas kita. Bisa belajar sampai sejauh yang kita mau. Bisa eksplor sampai akhirnya kita bosan. Walaupun jadinya timpang antara pengetahuan yang kita miliki dengan yang dimiliki orang lain di kelas.

    Untuk ngimbangin mata kuliah yang super konsep, gw memanfaatkan jatah mata kuliah pilihan luar prodi dengan sebaik-baiknya. Gw ambil mata kuliah yang bisa dibilang rada teknis, sebut saja progin, kripto, stbi. Sebenarnya konsep itu penting. Teknis ga akan bisa ada tanpa adanya konsep. Jadi sekarang kita belajar konsep, ntar kita harus mikir gimana caranya gw bisa nerapin konsep yang sudah dikasih waktu kuliah ke real life. Awalnya pasti bingung, ini sebenarnya konsep segini banyak buat apaan yak? Isi mata kuliahnya kok ga sesuai dengan bayangan gw ketika melihat nama mata kuliahnya. Tapi percayalah itu terpakai kok konsepnya :D

    Waktu kerja ini juga gw belajar hal teknis baru. Gw disuruh ngoding dengan bahasa yang waktu kuliah dulu gw ga bisa dan cuma asal pake. Nah ini yang tadi gw maksud, ketika kerja kita bakal belajar hal teknis makanya di kita penekanannya bukan pada hal teknis.

    Saran gw sih:
    1. jangan terlalu membanding-bandingkan jurusan sendiri dengan jurusan orang lain. Tiap jurusan ada kelebihan ada kekurangan. Bisa aja sekarang lu melihat "wah jurusan lain enak yah, mereka menjurus banget pelajarannya bahkan sampai hal teknis juga diajarkan", tapi pada kenyataannya ternyata mereka ga diajarkan konsep atau ga diajarkan bagaimana caranya menganalisis sehingga ketika ada persoalan yang butuh analisis mereka ga bisa ngerjain karena terbiasa dengan teknis.
    2. ubah cara berpikir yang ingin selalu belajar hal teknis atau melakukan hal teknis. sometimes we need to do conceptual things. coba cari esensinya "buat apa sih belajar konsep? konsep ini bakal dipakai dimana?" trus coba cari bagian dari konsep itu yang menarik buat lu.
    3. kalo 2 poin di atas uda ga bisa lu lakuin, ya pasrah aja kalo kayak gitu. jalani sampai beres, toh tinggal 1 tahun lagi.

    BalasHapus
  3. Sepertinya gw tahu siapa you-know-who nya itu... hahaha

    Wow ternyata ada juga yang peduli dengan tulisan gw yang ngga jelas ini... haha, thank you for all comments, supports, suggestions, and feedback yaph! :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Please comment below:

Postingan populer dari blog ini

Klasifikasi Mall

Orang Indonesia khususnya orang Jakarta pasti sudah tidak asing dengan mall . Jenis pusat perbelanjaan ini sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jakarta saat ini. Dari tujuan awalnya   yaitu sebagai tempat untuk melakukan transaksi/perdagangan, mall  saat ini telah berkembang sebagai tempat yang tidak hanya memfasilitasi kegiatan perdagangan, tetapi juga sebagai tempat nongkrong , ruang publik  untuk menyuarakan aspirasi, hingga sebagai gaya hidup masyarakat. Terinspirasi dari sebuah pembicaraan, saya ingin membuat klasifikasi mall-mall yang ada di Indonesia. Ternyata tidak semua mall di Indonesia itu sama loh! Mall  di Indonesia ada bermacam-macam jenisnya bergantung pada strategi pendiri mall tersebut, yang disesuaikan pula dengan tujuan dibangunnya mall, demografi dari konsumen , dan hal-hal penting lainnya. Berikut klasifikasi-klasifikasi mall  berdasarkan hasil pemikiran pribadi (sengaja contoh tidak diberikan untuk menghinda...

Perbandingan sistem SKS di Indonesia (ITB) dan ECTS di Belanda (TU Delft), dan alasan mengapa banyak yang merasa kuliah di Belanda lebih berat daripada di Indonesia.

"Lebih berat kuliah di Indonesia atau kuliah di Belanda?" Banyak pertanyaan semacam itu dikemukakan oleh orang-orang yang penasaran bagaimana rasanya menempuh studi Magister di negeri kincir angin ini. Bagi sebagian besar orang yang sedang sama-sama menempuh kuliah di sini (secara spesifik di TU Delft) dan sebelumnya menempuh pendidikan S1 di Indonesia, beban kuliah di sini rasanya lebih banyak daripada beban kuliah di Indonesia. Saya pun kurang lebih merasakan hal tersebut. Namun, opini-opini tersebut masih berupa sekumpulan argumen yang bersifat kualitatif. Apakah ada penjelasan kuantitatif yang mendukung pendapat beban studi di Belanda lebih besar daripada beban studi di Indonesia? Saya akan mencoba membahasnya di sini. Perguruan tinggi di Indonesia mengenal sistem Satuan Kredit Semester (SKS) untuk mengukur beban studi mahasiswa dalam menempuh kuliah. Saya kurang tahu apakah sistem SKS berlaku sama atau berbeda-beda antar perguruan tinggi di Indonesia. Oleh karen...

Berapa kapasitas PIN BlackBerry Messenger (BBM)?

Hai folks! Setelah mengumpulkan niat akhirnya saya balik menulis blog ini lagi. Kali ini dengan topik yang sedang muncul di kepala dan mungkin agak "tidak penting": Berapa kapasitas PIN BBM? Orang Indonesia sekarang pasti sudah sangat familiar dengan yang namanya BBM. Messenger yang selalu terinstall di dalam perangkat mobile Blackberry (BB) tersebut sudah sangat menyentuh kehidupan orang Indonesia khusunya kawula muda dan para profesional. Setiap saat kerjaannya bertukar pesan BBM terus, atau minta PIN BBM orang supaya bisa connect dengan orang tersebut. Nah PIN ini yang akan kita bahas di post ini. FYI, PIN di BBM berlaku sebagai identitas BBM seseorang, bahkan boleh dibilang identitas BB itu sendiri karena 1 BB cuma bisa punya 1 PIN BBM saja. Pertama, kita akan melihat struktur dari PIN BBM. Misalnya kamu tanya kepada teman kamu yang punya BB, "Eh, PIN BBM-mu berapa?". Pasti (kalau dia mau kasih tahu) dia akan memberikan sebuah #kode angka dan huruf b...