Langsung ke konten utama

Direktur / CEO... Wah, keren... Tapi tunggu dulu...


Orang-orang kalau ditanya tentang jadi Direktur/CEO, pasti reaksinya "wah, hebat" atau "keren cuy!". Ya, jabatan Direktur atau CEO memang sangat 'tinggi' derajatnya di mata masyarakat, khususnya orang-orang Indonesia. Semuanya berlomba ingin menjadi seperti itu. Direktur atau CEO, sebagai pemimpin sebuah perusahaan, biasanya dikaitkan dengan prestise yang tinggi, "high-class", dan tentunya uang yang banyak. Dalam dunia karir mungkin Direktur atau CEO menjadi target tertinggi bagi kebanyakan orang.

Tapi tunggu dulu, tidak selamanya menjadi Direktur atau CEO berarti orang tersebut lebih brilian daripada orang lain lho. Untuk itu mari kita bahas bagaimana seseorang bisa menjadi Direktur atau CEO, dan mungkin ada yang terkejut bahwa sebagian besar jalan tersebut tidak berbanding lurus dengan besarnya kemampuan, usaha dalam bekerja, atau dedikasi seseorang.



Mari kita mulai:

1. Menjadi direktur/CEO atas dasar hubungan keluarga
Kasus ini sedang banyak terjadi di lingkungan bisnis Indonesia seiring peralihan generasi.
Satu hal yang perlu disadari adalah bahwa perusahaan (khususnya perusahaan swasta) itu merupakan sebuah dinasti. Di sebuah dinasti pasti ada mereka yang berkuasa, yang kalau di perusahaan itu adalah pemilik perusahaan. Tentu saja sang pemilik perusahaan ingin selalu memegang kuasa atas perusahaan dan segala keuntungan yang dimilikinya, dan untuk itu sang pemilik ga mungkin menyerahkan/mewariskan kendali kepada orang lain begitu saja. Akhirnya, jabatan Direktur atau CEO dipegang ga jauh-jauh dari keluarganya sendiri (biasanya diwariskan ke anak-anaknya).
Andaikan ada orang yang bukan keluarganya si pemilik perusahaan, bisa jadi itu cuma untuk mengisi kekosongan sementara (mungkin anak sang pemilik belum cukup umur, dll), kalau sudah cukup umur, hampir pasti si pengganti itu bakal di-depak dari jabatan Direktur/CEO nya supaya bisa diganti dengan si anak. Sementara itu, jangan harap mereka yang merintis karir dari bawa di perusahaan kayak gitu bisa menikmati jabatan Direktur/CEO. Jadi kadiv aja udah bersyukur (karena bisa jadi yang jadi kadiv-kadiv om tante atau saudara-saudaranya sang pemilik)
Merasa kecewa atau kesal serta menganggap dunia nggak adil karena mengalami kejadian kayak gitu? Salah sendiri, kenapa lu atau babeh lu ngga bikin perusahaan dari dulu! :p

Bukan ga mungkin juga sih orang yang bukan keluarga meraih posisi Direktur atau CEO, bisa jadi dia tergolong orang tipe nomor 2 ini

2. Menjadi Direktur/CEO by relasi
Bisa jadi kamu adalah sahabat baik sang pemilik perusahaan sejak TK, atau tetangganya yang dulu suka kamu bantu pas rumahnya kebanjiran, atau teman kuliah yang suka ngerjain tugas bareng, atau mantan pacar lu. Apapun itu, kamu berada di posisi yang spesial dalam hidup sang pemilik perusahaan. Kalau udah kayak gitu, dia pasti "trust" sama kamu kan?

3. Menjadi Direktur/CEO karena "strategi pertemanan"
Ya mungkin kamu ngga gitu suka orang kayak gini. Tapi yang perlu kita hargai adalah karena dia juga melakukan usaha yang besar, yaitu usaha pendekatan kepada orang-orang penting, melakukan licking a.k.a. Teknik menjilat, pemutarbalikan fakta apabila diperlukan, serta strategi-strategi jitu lainnya yang akhirnya dapat membuat dia disanjung oleh empunya perusahaan serta di sisi lain menjatuhkan para penghalangnya. Boleh jadi, orang ini smart dalam membuat strategi perang. Beware!

4. Menjadi Direktur/CEO karena membuat perusahaan sendiri
Kalau ini sih ga usah ditanya. Sebenarnya kamu juga bisa kok melakukannya (cuma kamunya aja yang nggak mau kali). Ga usah mikir gede-gede dulu, mulai dari kamu jualan baju di Mall sampai buka restoran, berkebun sampai transaksi ekspor impor, kalau kamu punya setidaknya satu orang yang ngebantuin usaha lu, lu sudah bisa disebut Direktur atau CEO.
Apalah arti sebuah nama. Tapi, kalau kamu bisa memajukan usaha kecil kamu menjadi sesuatu yang sangat terpandang dan digemari banyak orang, serta bisa menjaga (maintain) hal itu, baru nama jabatan itu menjadi begitu mahal. You need a lot of effort to reach that

5. Menjadi Direktur/CEO karena kinerja dan prestasi serta dedikasi yang diberikan bagi perusahaan
Idealnya sih seperti ini. Kamu masuk perusahaan, memberikan kinerja terbaik kamu dan terus berdedikasi untuk kemajuan perusahaan, kemudian semua usahamu diapresiasi dengan promosi jabatan (serta insentif) hingga akhirnya bisa mencapai posisi tertinggi yaitu Direktur/CEO.
Idealnya seperti itu. (realita?)

Semoga penjelasan ini bisa membuat teman-teman lebih obyektif dalam memandang sebuah jabatan Direktur/CEO. Harapannya sih orang-orang tidak melakukan "kastanisasi" antara mereka yang CEO sama mereka yang bukan. Bagaimanapun kita semua sama-sama manusia yang sama derajatnya di mata Tuhan YME.

Dan mungkin sedikit kata-kata bijak:
Seorang Direktur/CEO jangan dilihat dari namanya, jangan pula dari gaya hidup dan powernya, melainkan dilihat dari bagaimana ia melakukan tanggung jawab yang diembannya dengan baik. Jangan dilihat dari waktu ia mendapatkan jabatan tersebut, tapi lihat dari apakah ia dapat mempertahankan jabatannya dan mengakhirinya dengan kondisi yang lebih baik daripada sebelumnya.

Have a good day, guys
Feel free to post a comment below...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Klasifikasi Mall

Orang Indonesia khususnya orang Jakarta pasti sudah tidak asing dengan mall . Jenis pusat perbelanjaan ini sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jakarta saat ini. Dari tujuan awalnya   yaitu sebagai tempat untuk melakukan transaksi/perdagangan, mall  saat ini telah berkembang sebagai tempat yang tidak hanya memfasilitasi kegiatan perdagangan, tetapi juga sebagai tempat nongkrong , ruang publik  untuk menyuarakan aspirasi, hingga sebagai gaya hidup masyarakat. Terinspirasi dari sebuah pembicaraan, saya ingin membuat klasifikasi mall-mall yang ada di Indonesia. Ternyata tidak semua mall di Indonesia itu sama loh! Mall  di Indonesia ada bermacam-macam jenisnya bergantung pada strategi pendiri mall tersebut, yang disesuaikan pula dengan tujuan dibangunnya mall, demografi dari konsumen , dan hal-hal penting lainnya. Berikut klasifikasi-klasifikasi mall  berdasarkan hasil pemikiran pribadi (sengaja contoh tidak diberikan untuk menghinda...

Perbandingan sistem SKS di Indonesia (ITB) dan ECTS di Belanda (TU Delft), dan alasan mengapa banyak yang merasa kuliah di Belanda lebih berat daripada di Indonesia.

"Lebih berat kuliah di Indonesia atau kuliah di Belanda?" Banyak pertanyaan semacam itu dikemukakan oleh orang-orang yang penasaran bagaimana rasanya menempuh studi Magister di negeri kincir angin ini. Bagi sebagian besar orang yang sedang sama-sama menempuh kuliah di sini (secara spesifik di TU Delft) dan sebelumnya menempuh pendidikan S1 di Indonesia, beban kuliah di sini rasanya lebih banyak daripada beban kuliah di Indonesia. Saya pun kurang lebih merasakan hal tersebut. Namun, opini-opini tersebut masih berupa sekumpulan argumen yang bersifat kualitatif. Apakah ada penjelasan kuantitatif yang mendukung pendapat beban studi di Belanda lebih besar daripada beban studi di Indonesia? Saya akan mencoba membahasnya di sini. Perguruan tinggi di Indonesia mengenal sistem Satuan Kredit Semester (SKS) untuk mengukur beban studi mahasiswa dalam menempuh kuliah. Saya kurang tahu apakah sistem SKS berlaku sama atau berbeda-beda antar perguruan tinggi di Indonesia. Oleh karen...

Berapa kapasitas PIN BlackBerry Messenger (BBM)?

Hai folks! Setelah mengumpulkan niat akhirnya saya balik menulis blog ini lagi. Kali ini dengan topik yang sedang muncul di kepala dan mungkin agak "tidak penting": Berapa kapasitas PIN BBM? Orang Indonesia sekarang pasti sudah sangat familiar dengan yang namanya BBM. Messenger yang selalu terinstall di dalam perangkat mobile Blackberry (BB) tersebut sudah sangat menyentuh kehidupan orang Indonesia khusunya kawula muda dan para profesional. Setiap saat kerjaannya bertukar pesan BBM terus, atau minta PIN BBM orang supaya bisa connect dengan orang tersebut. Nah PIN ini yang akan kita bahas di post ini. FYI, PIN di BBM berlaku sebagai identitas BBM seseorang, bahkan boleh dibilang identitas BB itu sendiri karena 1 BB cuma bisa punya 1 PIN BBM saja. Pertama, kita akan melihat struktur dari PIN BBM. Misalnya kamu tanya kepada teman kamu yang punya BB, "Eh, PIN BBM-mu berapa?". Pasti (kalau dia mau kasih tahu) dia akan memberikan sebuah #kode angka dan huruf b...