Langsung ke konten utama

Will the use of Robots in the workforce make the world better, or even worse?


Today is the digital era. Computer and other digital appliances are dominating the world in almost every fields. Communication, Transportation, Production, Management, are made more effectively and efficiently by digital products.
In production, robots are digital products which is very useful to replace human power. Robots are used because of many advantages, such as lower cost to maintain and work very fast and accurately. That's why experts predict that in the future, robots could replace about 75% of human workers (and it should lower the production cost, shouldn't it?).

Will this condition make the world better? Somehow I doubt it.



If it's in an ideal world, yes. The use of robots will lower the production cost. Hence, the products we need will be abundant and those make all what we need to live be easy to obtain (with the very low price or no price at all / gratis). Social inequality will be minimized. Is it the world that we want, where we all can fulfil what we need without any worries?

But I think the world won't go in that way. What's in my mind is that the robots and resources in every business line are owned by capitalists. By minimizing human labours and business costs, the capitalists won't think those as the opportunity to give welfares to the society but as the opportunity to make more money, thus making them much richer. In other hand, more people are unemployed (replaced by robots), and because nothing has changed in the availability and price of goods (which is controlled by 'greedy' capitalists), those people are also resourceless and might be hard to make a living. Social inequality will be much higher than today.

I hope everybody has a mindset to make the ideal world as described above. It's only possible when everybody has the same goal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Klasifikasi Mall

Orang Indonesia khususnya orang Jakarta pasti sudah tidak asing dengan mall . Jenis pusat perbelanjaan ini sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jakarta saat ini. Dari tujuan awalnya   yaitu sebagai tempat untuk melakukan transaksi/perdagangan, mall  saat ini telah berkembang sebagai tempat yang tidak hanya memfasilitasi kegiatan perdagangan, tetapi juga sebagai tempat nongkrong , ruang publik  untuk menyuarakan aspirasi, hingga sebagai gaya hidup masyarakat. Terinspirasi dari sebuah pembicaraan, saya ingin membuat klasifikasi mall-mall yang ada di Indonesia. Ternyata tidak semua mall di Indonesia itu sama loh! Mall  di Indonesia ada bermacam-macam jenisnya bergantung pada strategi pendiri mall tersebut, yang disesuaikan pula dengan tujuan dibangunnya mall, demografi dari konsumen , dan hal-hal penting lainnya. Berikut klasifikasi-klasifikasi mall  berdasarkan hasil pemikiran pribadi (sengaja contoh tidak diberikan untuk menghinda...

Perbandingan sistem SKS di Indonesia (ITB) dan ECTS di Belanda (TU Delft), dan alasan mengapa banyak yang merasa kuliah di Belanda lebih berat daripada di Indonesia.

"Lebih berat kuliah di Indonesia atau kuliah di Belanda?" Banyak pertanyaan semacam itu dikemukakan oleh orang-orang yang penasaran bagaimana rasanya menempuh studi Magister di negeri kincir angin ini. Bagi sebagian besar orang yang sedang sama-sama menempuh kuliah di sini (secara spesifik di TU Delft) dan sebelumnya menempuh pendidikan S1 di Indonesia, beban kuliah di sini rasanya lebih banyak daripada beban kuliah di Indonesia. Saya pun kurang lebih merasakan hal tersebut. Namun, opini-opini tersebut masih berupa sekumpulan argumen yang bersifat kualitatif. Apakah ada penjelasan kuantitatif yang mendukung pendapat beban studi di Belanda lebih besar daripada beban studi di Indonesia? Saya akan mencoba membahasnya di sini. Perguruan tinggi di Indonesia mengenal sistem Satuan Kredit Semester (SKS) untuk mengukur beban studi mahasiswa dalam menempuh kuliah. Saya kurang tahu apakah sistem SKS berlaku sama atau berbeda-beda antar perguruan tinggi di Indonesia. Oleh karen...

Nasib Pelajaranku Saat Ini

Aneh ya, Di saat teman-teman yang setingkat dengan saya merasakan bahwa pelajaran di jurusan mereka semakin lama semakin menjurus, saya malah merasakan pelajaran di jurusan ini semakin lama semakin abstrak dan tidak jelas mau dibawa ke mana. Tetapi memang seperti itulah yang saya rasakan di jurusan tercinta ini. Satu hal yang saya ketahui adalah semakin tinggi tingkatan kuliah, pelajaran yang saya dapat semakin keluar dari sisi teknis. Kalau mungkin di tingkat 1, 2, atau tingkat 3 awal saya masih sering mendapat pelajaran-pelajaran yang bersifat teknis (seperti pemograman, hitung-menghitung, dll), sekarang ini pelajaran semakin ke arah konseptual (pengertian lain: ngalor-ngidul tidak jelas pun boleh). Setidaknya jurusan ini memberikan penyadaran diri dalam diri saya, sebuah penyadaran yang kalau boleh dibilang cukup pahit, yaitu bahwa saya orang yang berpola pikir eksak (serba pasti) dan sulit mencerna sesuatu yang tidak eksak (seperti ilmu sosial, ekonomi, humaniora dll), mirip den...