Langsung ke konten utama

Jangan remehkan sakit usus buntu/appendicitis!

Tepat di hari pertama dalam tahun 2018 ini, saya mendapatkan kabar dari sosial media bahwa salah satu kenalan saya di dunia paduan suara Indonesia meninggal akibat pecah usus buntu. Baru sekitar 2 bulan lalu saya juga terkena sakit usus buntu dan melakukan prosedur operasi di sini. Saya juga masih ingat kejadian sekitar 2 tahun yang lalu tentang mama saya yang juga melakukan operasi pemotongan usus buntu. Melihat dan merasakan langsung sejumlah kasus sakit usus buntu beberapa tahun terakhir ini membuat saya tergelitik untuk membagi pengalaman tentang hal ini lewat tulisan.

Apa sih usus buntu itu? Kenapa bisa sakit?

Mungkin para pembaca sudah mengetahui dari pelajaran Biologi kalau kita memiliki suatu organ kecil bernama appendix, yang dalam bahasa indonesia disebut usus buntu atau umbai cacing (karena bentuknya seperti cacing), persis di pangkal usus besar kita. Tidak ada yang tahu pasti apa gunanya organ kecil tersebut (atau sudah ada? Maaf saya sedang malas mencari-cari artikel ilmiah tentang itu 😜). Ada yang bilang usus buntu itu adalah sisa dari proses evolusi selama jutaan tahun sebelum akhirnya melahirkan spesies manusia seperti saat ini. Ada juga yang bilang usus buntu itu sebenarnya salah satu pabrik antibodi dalam tubuh kita, walaupun keabsahannya mungkin masih dipertanyakan. Argumen terbaru yang pernah saya baca adalah usus buntu adalah "rumah" bagi bakteri-bakteri baik dalam usus kita (lagi-lagi saya sedang malas mencari-cari referensi ilmiahnya, maaf).

Terlepas dari apa kegunaan atau ketidakgunaan organ ini, usus buntu dapat saja meradang, menimbulkan apa yang suka disebut sakit usus buntu atau appendicitis. Penyebab peradangan ini juga kurang jelas. Ada yang menyambungkan hal tersebut dengan penyumbatan oleh tinja manusia, yang secara logis dapat berarti orang yang sedang sembelit atau salah makan memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terkena usus buntu. Ada pula yang merelasikannya dengan pembengkakan limfe/kelenjar getah bening yang saya pun juga tidak mengerti apa penyebabnya. Apapun alasan pastinya, selalu ada potensi bagi mereka yang masih memiliki organ usus buntu untuk mengalami sakit ini.

Sakit usus buntu pun bisa terjadi secara kronis atau akut. Seperti namanya, sakit usus buntu kronis muncul secara berkala dan umumnya sakitnya tidak separah sakit usus buntu akut. Sementara itu, sakit usus buntu akut umumnya terjadi secara mendadak namun sakitnya bisa sangat parah hingga menyebabkan usus buntu tersebut pecah.

Pecahnya usus buntu ini yang sangat berbahaya, bahkan dapat mengancam nyawa kita. Apabila usus buntu pecah, nanah dan bakteri dapat menyebar ke seantero organ usus kita dan mengakibatkan infeksi yang sangat parah dan sakit yang tak tertahankan. Apabila sudah menyebar luas dan tidak dapat dibersihkan lagi, organ pencernaan kita dapat rusak dan, kasus terburuknya, kita dapat kehilangan nyawa kita. Oleh karena itu,
Jangan remehkan sakit usus buntu/appendicitis!
Namun, sepertinya masih ada orang yang cenderung menyepelekan sakit ini dan belum paham benar mengenai sakit usus buntu. Hal ini dapat dimaklumi karena gejala sakit ini tidak selalu jelas dan dapat disalahartikan sebagai gejala jenis sakit perut lainnya.

Dalam kasus ibu saya, contohnya, gejala sakit usus buntu muncul ketika ibu saya merasakan sakit di bagian tengah (bukan bagian kanan bawah!) perut. Awalnya, ibu saya sempat menganggap gejala sakit usus buntu yang dialaminya sebagai sakit maag dan masuk angin. Oleh karena itu, alih-alih pergi ke dokter, ibu saya mencoba menangani sakitnya tersebut dengan minum herbal untuk orang masuk angin. Namun, sakitnya tidak kunjung hilang. Ibu saya baru menyadari bahwa itu mungkin gejala usus buntu ketika, beberapa hari kemudian, ia mulai merasa demam dan rasa sakitnya mulai pindah ke bagian kanan bawah perut, yang terasa apabila ibu saya menggerakkan kaki kanannya. Dengan segera kami membawa ibu saya ke dokter dan operasi dilakukan malamnya. Ternyata dokter bilang bahwa usus buntunya sudah dalam tahap mulai pecah (untungnya belum lebar) sehingga operasinya menjadi besar karena dokter harus melakukan pembersihan area usus yang tercemar nanah dan bakteri. Syukurlah ibu saya selamat dari infeksi yang parah, namun pemulihan luka operasinya memakan waktu yang cukup lama. Saya teringat pesan dokter yang menangani ibu saya waktu itu:
Jangan tunggu sampai demam dan rasa sakit parah untuk pergi ke dokter [demi mendapatkan penanganan sakit usus buntu]
Kalau boleh dibilang, ibu saya agak telat datang ke dokter dan menjalani operasi. Seharusnya ibu saya sudah berkonsultasi dengan dokter sewaktu ia hanya merasa "masuk angin" dan belum demam. Andai saja ibu saya terlambat satu hari ke dokternya, mungkin ceritanya jadi lain...

Pada kasus saya, saya tiba-tiba merasakan sakit yang mirip dengan gejala awal sakit ibu saya. Perut saya terasa kram semalaman. Seperti ibu saya, saya juga awalnya menganggap itu adalah masuk angin. Untungnya, pagi harinya, saya mulai merasa sakit perutnya pindah dari bagian tengah ke bagian kanan bawah perut, yang terasa apabila saya menekan bagian perut tersebut atau menggerakkan kaki kanan saya. Seketika saya teringat kasus ibu saya dan segera saya pergi ke general practicioner/dokter umum kampus siangnya. Terlepas dari segala kekakuan dan kelambatan prosedur medis Belanda yang saya alami, saya dapat dioperasi esok sorenya. Untungnya usus buntu saya belum pecah saat itu, sehingga saya hanya perlu melakukan operasi laparaskopi, bukan operasi bukaan besar. Pemulihan luka operasinya pun jauh lebih cepat daripada pada kasus ibu saya.

Karena sakit usus buntu dapat terjadi kepada banyak orang secara tiba-tiba, ada baiknya para pembaca dapat selalu waspada akan kemungkinan terkenanya penyakit ini. Hal penting untuk diingat adalah, apabila Anda mengalami sakit di bagian perut tengah seperti kram perut atau sakit maag secara tiba-tiba, Anda sebaiknya cepat memeriksakan diri ke dokter. Jangan dengan gampangnya berpikir itu hanya masuk angin biasa. Tiap-tiap orang mengalami kecepatan perpindahan lokasi rasa sakit yang berbeda-beda. Hanya butuh 6 jam bagi saya untuk menyadari bahwa rasa sakitnya pindah dari bagian tengah perut ke bagian kanan bawah, namun butuh beberapa hari bagi ibu saya untuk menyadari hal itu. Jadi, selalu waspada.

Semoga tulisan ini dapat memberikan sedikit manfaat bagi pembaca sekalian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbandingan sistem SKS di Indonesia (ITB) dan ECTS di Belanda (TU Delft), dan alasan mengapa banyak yang merasa kuliah di Belanda lebih berat daripada di Indonesia.

"Lebih berat kuliah di Indonesia atau kuliah di Belanda?" Banyak pertanyaan semacam itu dikemukakan oleh orang-orang yang penasaran bagaimana rasanya menempuh studi Magister di negeri kincir angin ini. Bagi sebagian besar orang yang sedang sama-sama menempuh kuliah di sini (secara spesifik di TU Delft) dan sebelumnya menempuh pendidikan S1 di Indonesia, beban kuliah di sini rasanya lebih banyak daripada beban kuliah di Indonesia. Saya pun kurang lebih merasakan hal tersebut. Namun, opini-opini tersebut masih berupa sekumpulan argumen yang bersifat kualitatif. Apakah ada penjelasan kuantitatif yang mendukung pendapat beban studi di Belanda lebih besar daripada beban studi di Indonesia? Saya akan mencoba membahasnya di sini. Perguruan tinggi di Indonesia mengenal sistem Satuan Kredit Semester (SKS) untuk mengukur beban studi mahasiswa dalam menempuh kuliah. Saya kurang tahu apakah sistem SKS berlaku sama atau berbeda-beda antar perguruan tinggi di Indonesia. Oleh karen

Klasifikasi Mall

Orang Indonesia khususnya orang Jakarta pasti sudah tidak asing dengan mall . Jenis pusat perbelanjaan ini sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jakarta saat ini. Dari tujuan awalnya   yaitu sebagai tempat untuk melakukan transaksi/perdagangan, mall  saat ini telah berkembang sebagai tempat yang tidak hanya memfasilitasi kegiatan perdagangan, tetapi juga sebagai tempat nongkrong , ruang publik  untuk menyuarakan aspirasi, hingga sebagai gaya hidup masyarakat. Terinspirasi dari sebuah pembicaraan, saya ingin membuat klasifikasi mall-mall yang ada di Indonesia. Ternyata tidak semua mall di Indonesia itu sama loh! Mall  di Indonesia ada bermacam-macam jenisnya bergantung pada strategi pendiri mall tersebut, yang disesuaikan pula dengan tujuan dibangunnya mall, demografi dari konsumen , dan hal-hal penting lainnya. Berikut klasifikasi-klasifikasi mall  berdasarkan hasil pemikiran pribadi (sengaja contoh tidak diberikan untuk menghindari hal-hal yang tidak me

Berapa kapasitas PIN BlackBerry Messenger (BBM)?

Hai folks! Setelah mengumpulkan niat akhirnya saya balik menulis blog ini lagi. Kali ini dengan topik yang sedang muncul di kepala dan mungkin agak "tidak penting": Berapa kapasitas PIN BBM? Orang Indonesia sekarang pasti sudah sangat familiar dengan yang namanya BBM. Messenger yang selalu terinstall di dalam perangkat mobile Blackberry (BB) tersebut sudah sangat menyentuh kehidupan orang Indonesia khusunya kawula muda dan para profesional. Setiap saat kerjaannya bertukar pesan BBM terus, atau minta PIN BBM orang supaya bisa connect dengan orang tersebut. Nah PIN ini yang akan kita bahas di post ini. FYI, PIN di BBM berlaku sebagai identitas BBM seseorang, bahkan boleh dibilang identitas BB itu sendiri karena 1 BB cuma bisa punya 1 PIN BBM saja. Pertama, kita akan melihat struktur dari PIN BBM. Misalnya kamu tanya kepada teman kamu yang punya BB, "Eh, PIN BBM-mu berapa?". Pasti (kalau dia mau kasih tahu) dia akan memberikan sebuah #kode angka dan huruf b