Langsung ke konten utama

TU Delft (dan Belanda) adalah tempat di mana ...

Catatan:

Saya tiba-tiba tertarik untuk membuat tulisan ini untuk menampung kesan, pemikiran, dan refleksi saya selama saya berkuliah di TU Delft, Belanda. Tulisan ini mungkin akan terus diperbarui apabila saya menemukan hal-hal yang saya rasa menarik untuk dituliskan di sini.

Semoga tulisan ini, walaupun jauh dari kesan bagus, dapat dinikmati dan dapat menjadi bahan pemikiran bagi para pembaca yang dimuliakan.

TU Delft (dan Belanda) adalah tempat di mana ...

#1
... saya menyadari bahwa saya perlu banyak membaca.

Jujur, saya bukan tipe orang yang gemar membaca. Kalau diberikan pilihan antara membaca atau menonton video, saya pasti akan memilih opsi yang kedua. Andaikan saya perlu membaca, saya akan mencoba untuk mencari sumber yang mudah dibaca dan mungkin hanya satu atau dua sumber saja yang akan saya ambil sebagai acuan.

Saya sebenarnya sudah tahu bahwa tingkat literasi orang Belanda sangat tinggi dan budaya membaca mereka sangat kental, jauh lebih kental daripada orang Indonesia. Oleh karena itu, saya sudah cukup berusaha untuk meningkatkan ketertarikan saya dengan membaca. Namun, pertama kali merasakan pengajaran di kuliah S2 saya di sini, saya menyadari kalau persiapan saya belum cukup.

Tuntutan untuk membaca artikel ilmiah di sini boleh dibilang sangat tinggi. Untuk satu mata kuliah, kita harus siap untuk membaca setidaknya satu atau dua buku acuan utama, sejumlah slide kuliah dan puluhan artikel jurnal. Belum lagi kita mungkin diharapkan untuk dengan inisiatif sendiri mencari artikel jurnal yang masih relevan dengan apa yang dibahas di kuliah di sejumlah repositori jurnal. Hanya membaca slide kuliah tidak cukup, karena tugas proyek yang umumnya diberikan menuntut kita untuk memperoleh berbagai perspektif dari berbagai sumber untuk suatu hal yang dibahas (artinya harus ada beberapa sumber atau artikel yang dikutip) dan saat ujian, cukup lumrah bagi dosen untuk memberikan soal yang menuntut pemahaman kita akan apa yang dibahas di suatu artikel jurnal tertentu (mungkin jurnal tersebut dibahas di slide kuliah, tapi hanya kulitnya saja dan konsep utamanya harus dimengerti dengan cara membaca artikel jurnalnya langsung).

Dengan kondisi seperti itu, tidak ada cara lain bagi saya selain harus membudayakan membaca banyak hal dalam waktu yang cepat. Untungnya, seiring waktu, saya memperoleh beberapa strategi membaca artikel jurnal ilmiah dengan efisien dan efektif, yang tentunya sangat membantu saya untuk memahami konsep yang dibahas di suatu artikel secara lebih cepat.

#2
... saya dapat, dan mesti, bersikap kritis akan hal-hal

Berpikir terbuka dan kritis adalah suatu sikap yang sangat dijunjung di negara-negara barat, khususnya Belanda. Hal ini, menurut saya, sangat tercermin di kampus ini, khususnya di fakultas saya. Mahasiswa-mahasiswa bisa sangat aktif untuk membuat pertanyaan-pertanyaan yang mungkin awalnya terdengar lucu dan aneh namun pada akhirnya menciptakan suatu diskusi yang sangat menarik. Para dosen juga tidak memperlihatkan diri sebagai single source of truth, namun mengharapkan mahasiswanya mengumpulkan informasi dari beragam sumber yang mendukung atau menentang suatu konsep yang dibahas. Seringkali terjadi, mahasiswa diminta untuk mencari satu atau beberapa artikel jurnal yang mengkritisi suatu artikel dan membuat refleksi dari apa yang dilakukan tersebut.

Kritis dan pragmatis, dua ciri dari yang menurut saya menjadikan budaya akademik Belanda kuat seperti sekarang ini.

 
#3
... saya menyadari bahwa pondasi statistik dan data analitik saya masih lemah

Siapa yang tidak tahu statistik. Cabang ilmu matematika satu ini boleh dibilang digunakan di mana-mana, termasuk di ranah ilmu yang sedang saya geluti ini, yang pada dasarnya merupakan perpaduan antara ranah teknologi dan sosial. Khususnya untuk spesialisasi saya saat ini di teknologi informasi dan cyber security, statistik, beserta data analitik, adalah hal-hal dasar yang harus saya kuasai. Kebetulan tesis saya saat ini juga menuntut saya untuk menggunakan kemampuan statistik dan data analitik (serta coding) saya. Sebenarnya sih, keinginan pribadi saya untuk memperdalam kemampuan-kemampuan itu yang mendorong saya untuk memilih topik tesis saya saat ini.

Namun, seiring waktu saya menggeluti proyek tesis saya ini, semakin saya menyadari bahwa pondasi ilmu statistik dan data analitik saya masih sangat lemah. Tentu saja sejak di bangku sekolah menengah saya sudah berkenalan dengan statistik. Menghitung rata-rata, variansi, hitungan baku dll. sudah menjadi makanan sejak dulu. Saat S1 dulu saya juga mendapatkan kuliah tentang statistik dan probabilitas. Saya pikir saya sudah cukup baik dalam urusan hitung-hitungan statistik. Ternyata saya salah.

Entah kenapa saya merasa kalau pelajaran dan kuliah tentang statistik dahulu lebih fokus pada bagaimana cara saya menghitung sesuatu. Diberikan data dengan rata-rata dan simpangan baku tertentu, tentukan threshold value dari top 20%. Soal yang bisa dijawab dengan hanya memasukkan angka-angka ke dalam rumus, Namun, saya merasa pengajaran statistik yang saya alami dulu masih kurang dalam hal pemaknaan dan pengertian konsep-konsep statistik yang ada. Dari sekedar memaknai apa saja yang berbeda dari distribusi populasi dan distribusi sampel, hingga hal-hal seperti: nilai t-value 1.96, apa artinya? Apa hubungan t-value dan p-value? Apa bedanya distribusi t dan distribusi z? Apa saja yang harus diperhatikan saat mengestimasi ukuran sampel? Apa hubungan bias dan variance dan bagaimana memperoleh hasil paling optimum dari perhitungan statistik? Dll.

Belum lagi, sebelum saya menempuh pendidikan di sini, saya belum pernah sama sekali mendapatkan pelajaran formal terkait data analisis. Ambil contoh termudah: regresi linier. Sejak kuliah S1 saya sudah menggunakan regresi (pakai kalkulator) dan tahu apa gunanya secara singkat. Namun, pengetahuan mendalam dari regresi linier (dan konsep-konsep lain seperti logistic regression, clustering, support vector machine, dll.) baru saya dapatkan di sini. Selain itu, kita juga lumayan dituntut untuk mampu mengotomasi proses perhitungan statistik dan analisis data menggunakan sejumlah tools dan bahasa pemograman seperti Python, R, SPSS, dll.

Cukup menarik sebenarnya, karena kalau boleh dibilang, fakultas saya ini bukan fakultas ilmu data atau ilmu komputer, melainkan fakultas "setengah ilmu sosial" di mana, menurut pandangan umum orang Indonesia, biasanya paling tidak berurusan dengan rumitnya matematika. Lagi-lagi salah ternyata. Ilmu sosial ternyata lumayan (atau sangat?) rumit perhitungan statistiknya, setidaknya di fakultas saya. Terlebih lagi, bukan cuma masalah apakah kita bisa menghitung statistik atau tidak, namun juga apakah kita mengerti apa yang kita hitung dan dapat memberikan justifikasi atas proses-proses yang kita lakukan.

Singkat kata, masalah ini sepertinya tidak cuma dialami oleh saya namun juga beberapa teman-teman Indonesia entah di fakultas yang sama maupun di fakultas lain. Saya mengambil kesimpulan kasar kalau sepertinya tingkat pengajaran statistik dan analisis data di kampus-kampus di Indonesia masih agak kurang untuk mahasiswa supaya dapat memperoleh pondasi statistik dan analisis data yang mumpuni. Semoga kualitas pendidikan di Indonesia dapat lebih baik lagi ke depannya.

Yang paling penting: matematika bukan cuma untuk orang ilmu pasti, teknik dan ekonomi saja!

#4
... saya benar-benar belajar

Mungkin ini bukan semata-mata karena faktor universitasnya. Mungkin ada faktor personal juga yang memengaruhi hal ini.

Saya dulu mungkin lebih berpikir bahwa sekolah dan kuliah adalah untuk mencari nilai bagus supaya nantinya tidak susah mencari kerja. Oke, itu bukan target yang jelek sebenarnya. Tentu saja saya mengandalkan usaha saya yang jujur untuk meraih hal itu, tidak dengan cara-cara yang curang, misalnya mencontek.

Bukan target yang jelek untuk berusaha mencari nilai bagus, karena pada dasarnya hal itu yang diapresiasi oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Dapat nilai bagus, agar dapat membuat orang tua bangga dan disegani oleh dosen, teman, dan orang-orang di sekitar kita. Dapat nilai bagus supaya dapat lulus tepat waktu sehingga tidak perlu membayar tambahan uang kuliah. Syukur-syukur setelah lulus dapat memperoleh pekerjaan yang bagus dengan gaji yang fantastis.

Tapi, ada sesuatu yang kurang sepertinya waktu itu, yang sayangnya baru saya sadari setelah saya lulus, yaitu belajar dengan sepenuh hati. Bukan belajar dengan harapan mendapat prestasi, namun belajar karena saya memang ingin belajar itu dan mengalami secara menyeluruh semua hal dari apa yang saya pelajari tersebut. Mengerjakan tugas bukan karena sekedar supaya dapat dikumpulkan tepat waktu dengan nilai yang bagus, namun karena I mean it! Tidak hanya mempelajari hal-hal yang penting untuk tugas dan ujian, namun mencoba memahami dan merasakan semua hal terkait apa yang dipelajari.

Ini bukan berarti saya tidak berusaha untuk lulus tepat waktu di kampus saya saat ini. Mengingat komitmen saya terhadap beasiswa yang saya peroleh dan biaya kuliah yang tidak murah apabila saya tidak lulus tepat waktu, saya tetap harus berusaha supaya bisa lulus secepat mungkin. Namun sepertinya saya sudah menurunkan standar nilai saya. Saya sudah tidak terlalu peduli apakah harus mendapat nilai di atas 9 atau tidak saat ini; yang terpenting adalah saya mencurahkan 100% energi saya agar saya dapat memperoleh banyak pengetahuan dan keterampilan dari kuliah-kuliah yang saya jalani, dan hal tersebut tidak selalu tercermin dari nilai mata kuliah.


In the end, I am very grateful for having the opportunity to study abroad and expand my horizons. 
This is surely one of the best moments in my life...

Komentar

Posting Komentar

Please comment below:

Postingan populer dari blog ini

Perbandingan sistem SKS di Indonesia (ITB) dan ECTS di Belanda (TU Delft), dan alasan mengapa banyak yang merasa kuliah di Belanda lebih berat daripada di Indonesia.

"Lebih berat kuliah di Indonesia atau kuliah di Belanda?" Banyak pertanyaan semacam itu dikemukakan oleh orang-orang yang penasaran bagaimana rasanya menempuh studi Magister di negeri kincir angin ini. Bagi sebagian besar orang yang sedang sama-sama menempuh kuliah di sini (secara spesifik di TU Delft) dan sebelumnya menempuh pendidikan S1 di Indonesia, beban kuliah di sini rasanya lebih banyak daripada beban kuliah di Indonesia. Saya pun kurang lebih merasakan hal tersebut. Namun, opini-opini tersebut masih berupa sekumpulan argumen yang bersifat kualitatif. Apakah ada penjelasan kuantitatif yang mendukung pendapat beban studi di Belanda lebih besar daripada beban studi di Indonesia? Saya akan mencoba membahasnya di sini. Perguruan tinggi di Indonesia mengenal sistem Satuan Kredit Semester (SKS) untuk mengukur beban studi mahasiswa dalam menempuh kuliah. Saya kurang tahu apakah sistem SKS berlaku sama atau berbeda-beda antar perguruan tinggi di Indonesia. Oleh karen

Klasifikasi Mall

Orang Indonesia khususnya orang Jakarta pasti sudah tidak asing dengan mall . Jenis pusat perbelanjaan ini sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jakarta saat ini. Dari tujuan awalnya   yaitu sebagai tempat untuk melakukan transaksi/perdagangan, mall  saat ini telah berkembang sebagai tempat yang tidak hanya memfasilitasi kegiatan perdagangan, tetapi juga sebagai tempat nongkrong , ruang publik  untuk menyuarakan aspirasi, hingga sebagai gaya hidup masyarakat. Terinspirasi dari sebuah pembicaraan, saya ingin membuat klasifikasi mall-mall yang ada di Indonesia. Ternyata tidak semua mall di Indonesia itu sama loh! Mall  di Indonesia ada bermacam-macam jenisnya bergantung pada strategi pendiri mall tersebut, yang disesuaikan pula dengan tujuan dibangunnya mall, demografi dari konsumen , dan hal-hal penting lainnya. Berikut klasifikasi-klasifikasi mall  berdasarkan hasil pemikiran pribadi (sengaja contoh tidak diberikan untuk menghindari hal-hal yang tidak me

Berapa kapasitas PIN BlackBerry Messenger (BBM)?

Hai folks! Setelah mengumpulkan niat akhirnya saya balik menulis blog ini lagi. Kali ini dengan topik yang sedang muncul di kepala dan mungkin agak "tidak penting": Berapa kapasitas PIN BBM? Orang Indonesia sekarang pasti sudah sangat familiar dengan yang namanya BBM. Messenger yang selalu terinstall di dalam perangkat mobile Blackberry (BB) tersebut sudah sangat menyentuh kehidupan orang Indonesia khusunya kawula muda dan para profesional. Setiap saat kerjaannya bertukar pesan BBM terus, atau minta PIN BBM orang supaya bisa connect dengan orang tersebut. Nah PIN ini yang akan kita bahas di post ini. FYI, PIN di BBM berlaku sebagai identitas BBM seseorang, bahkan boleh dibilang identitas BB itu sendiri karena 1 BB cuma bisa punya 1 PIN BBM saja. Pertama, kita akan melihat struktur dari PIN BBM. Misalnya kamu tanya kepada teman kamu yang punya BB, "Eh, PIN BBM-mu berapa?". Pasti (kalau dia mau kasih tahu) dia akan memberikan sebuah #kode angka dan huruf b